Bolu cukke adalah kue kering tradisional yang berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan, dengan bahan dasar tepung beras dan gula merah. Kue ini tidak hanya memiliki cita rasa yang khas tetapi juga mengandung nilai filosofi dan sejarah yang berhubungan dengan kehidupan perantau Bugis.
Pada masa lalu, bolu cukke sering dijadikan bekal oleh para perantau yang berlayar. Selain itu, kue ini kerap dibawa sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga di kampung halaman. Kue cukke memiliki daya tahan yang lama, sehingga sangat cocok untuk perjalanan panjang, dan rasanya tetap nikmat meski tidak segar. Tidak hanya sebagai kudapan biasa, kue ini juga dapat menjadi pengganjal perut saat lapar.
Sejarah dan filosofi bolu cukke tidak bisa dipisahkan dari asal-usulnya. Nama kue ini berasal dari teknik pembuatannya, di mana “di cukke” berarti “dicungkil” dalam bahasa Indonesia. Bolu cukke pertama kali dikenal sekitar abad ke-19 di wilayah Ajatappareng, yang mencakup Sidenreng Rappang (Sidrap), Parepare, dan Pinrang.
Awalnya, bolu ini dibuat dalam wajan, tetapi hasil teksturnya tidak memuaskan, sehingga kemudian digunakan cetakan untuk memperbaiki hasil akhirnya. Selain dijadikan bekal, bolu ini juga sering dibawa sebagai hadiah untuk keluarga di kampung, yang menunjukkan bahwa kue ini telah ada sejak lama.
Secara filosofis, bolu cukke memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Sulawesi Selatan, terutama karena bahan-bahan dasarnya sering digunakan dalam upacara adat.
Tepung beras, yang menjadi salah satu bahan utama, dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kekuatan, sebuah unsur penting dalam setiap tahapan kehidupan masyarakat Bugis. Keberadaan beras dianggap sudah cukup untuk menciptakan kehidupan yang layak.
Gula merah, yang memberikan rasa manis pada bolu cukke, juga memiliki makna simbolik. Dalam masyarakat Bugis, gula merah dianggap sebagai penguat, yang membuat makanan lebih lezat dan memberikan energi.
Masyarakat Bugis percaya bahwa konsumsi gula merah dapat menambah kekuatan, menjadikan kue ini tidak hanya simbol makanan tetapi juga lambang kekuatan dan ketahanan, baik fisik maupun dalam menjalani kehidupan sehari-hari.