9. Motif Lawo Mata Rote
Lawo Mata Rote merupakan pengembangan dari Gami Tere Esa, dengan tambahan benang berwarna kuning (kembo) pada motif utamanya. Nama “Mata Rote” berarti motif kecil berwarna putih dan kuning. Sarung ini dapat digunakan oleh semua kalangan, baik ibu-ibu maupun gadis, dalam acara adat maupun kegiatan lainnya.
10. Motif Lawo Mberhe Arhe / Bele Kale
Bele Kale berarti sayap lalat. Sarung ini dapat dibuat oleh hampir semua pengrajin tenun ikat, dengan variasi motif sesuai daerah masing-masing. Biasanya dikenakan pada upacara adat atau acara keagamaan, baik resmi maupun non-resmi.
11. Motif Lawo Mata Anggo
Motif Lawo Mata Anggo terinspirasi dari batik dan dikenal di Ende Lio sebagai Kae Anggo. Terdapat kombinasi antara motif batik dengan motif tradisional seperti Soke Bele Kale atau Soke Mata Lo’o dengan lima gami.
Sarung ini merupakan hasil gabungan desain batik dan tenun tradisional Ende, sehingga tergolong motif baru. Warna dasarnya hitam dari nila, dan sarung ini biasa dikenakan pada acara keluarga maupun adat.
12. Motif Lawo One Mesa
Juga dikenal sebagai Lawo Mboko Wea atau Lawo Sue, sarung ini pertama kali dibuat oleh Ibu Theresia Sue dari Ndona sebelum Indonesia merdeka. Desainnya menyerupai Mata Kopo dengan motif tengah yang saling terhubung.
Sarung ini dibuat dari tiga lembar kain bermotif serupa dan dikenal rumit dalam proses pembuatannya. Lawo ini biasa digunakan sebagai sarung pengantin perempuan dan tergolong langka karena diwariskan secara turun-temurun.
13. Motif Lawo Pea Kanga
Lawo Pea terdiri dari dua jenis, yaitu Pea Biasa dan Pea Kanga. Kanga merujuk pada motif tambahan berbentuk jari di bagian tengah. Ada dua versi asal nama sarung ini: sebagian mengaitkannya dengan pembuat pertama bernama Ine Pea, sementara lainnya mengartikan pea sebagai “dipotong.”
Warna dasar sarung ini hitam dari nila, dan sarung ini digunakan dalam acara keluarga, keagamaan, atau Wai Laki (pemberian kepada saudara dalam adat). Namun, gadis-gadis tidak boleh memakainya karena dianggap akan sulit berjodoh.
14. Motif Lawo Jara
Sarung ini dinamai sesuai motif utamanya, yaitu kuda (jara). Untuk mempercantik, motifnya disisipkan mata saliwu. Warna dasarnya hitam dari nila, dan desainnya mirip Lawo Jara Nggaja, namun dengan jumlah gami yang berbeda. Sarung ini dikenakan dalam acara keluarga dan keagamaan, dengan aturan pemakaian agar motif kuda tetap berdiri.
15. Motif Lawo Gami Tera Esa
Nama ini merujuk pada teknik pembuatannya, di mana setiap motif terdiri dari sembilan (tera esa) ikatan benang. Warna dasarnya hitam dari nila, dan sarung ini tergolong paling sederhana dibandingkan jenis lainnya.
Motifnya diadaptasi dari bagian Lawo Kelimara dan populer di kalangan gadis-gadis Kabupaten Ende. Sarung ini sering dipakai dalam tarian massa karena mudah ditemukan dan praktis digunakan.