Baju Pokko’, pakaian adat khas Toraja, bukan hanya sekadar busana, melainkan karya seni yang memancarkan keanggunan dan kecantikan wanita Toraja. Dari manik-manik yang menghiasi hingga warna yang dipilih, setiap elemen memiliki makna filosofis yang dalam.
Filosofi Baju Pokko’ : Manik-manik
Baju Pokko’ adalah simbol keanggunan dan kecantikan wanita Toraja, yang dipercantik aksesoris istimewa bernama Kandaure. Kandaure adalah rangkaian manik-manik sebagai gelang dan ikat kepala, diatur dengan teliti untuk menutupi bagian dada dan membentuk ikat pinggang.
Penggunaan Kandaure dalam adat Toraja tidak dilakukan secara sembarangan. Proses penyusunan manik-manik ini dilakukan oleh para ahli untuk membentuk motif-motif dengan makna simbolis yang mendalam.
Motif-motif Kandaure yang dipilih dan diaplikasikan pada Baju Pokko’ menceritakan kisah tentang keturunan yang hidup dalam kebahagiaan, diibaratkan sebagai cahaya yang menerangi kehidupan sehari-hari. Setiap serat kain dan butir manik-manik menjadi serangkaian simbol yang merayakan kehidupan dan kelanjutan keturunan.
Baju adat Pokko’Â juga berhasil merangkum makna kecantikan yang lebih dalam. Ini menciptakan harmoni antara seni rupa dan kearifan lokal, mencerminkan kekayaan budaya yang sangat dihargai oleh masyarakat Toraja.
Filosofi Baju Pokko’: Warna
Penggunaan Baju Pokko’ dalam kalangan suku Toraja merupakan sebuah ekspresi budaya yang kaya akan filosofi. Penentuan warna pada Baju Pokko’ dipilih berdasarkan kasta dan usia.
Baju Pokko’ untuk anak-anak cenderung berwarna cerah dengan desain yang sederhana. Sementara itu, wanita dewasa mengenakan baju dengan warna yang lebih beragam, dominan merah, kuning, dan putih, dihiasi dengan beragam aksesoris yang memperkaya tampilan.
Tiga warna khas Toraja yang umum digunakan, yaitu kuning, merah, dan putih, beserta tambahan warna hitam, tidak dipilih secara sembarangan. Masyarakat Toraja memberikan makna mendalam pada setiap warna ini, menganggapnya sebagai bagian integral dari kehidupan dan ritual mereka.
Warna kuning, yang sering mendominasi pakaian adat, diartikan sebagai simbol sinar matahari. Sinar kuning dianggap sebagai warna yang mulia, bahkan diidentifikasi dengan keberadaan dewa-dewi atau Sang Pencipta. Warna kuning sering dikenakan oleh kaum wanita pada upacara kematian Rambu’ Solo.
Warna merah, dengan makna yang mengacu pada darah manusia, dianggap sebagai simbol kehidupan. Pakaian adat Baju Pokko’ berwarna merah dapat dikenakan dalam berbagai acara di berbagai tempat, mencerminkan kekuatan dan kehidupan yang terus berlangsung.
Warna putih, yang melambangkan tulang manusia, juga diartikan sebagai simbol kehidupan manusia. Pakaian adat Pokko’ berwarna putih dapat dikenakan dalam berbagai acara, menggambarkan kesucian dan keanggunan dalam setiap langkah kehidupan.
Warna hitam, sebagai warna terakhir dalam spektrum warna pakaian adat Toraja, dihubungkan dengan makna kematian dan kegelapan. Ini dipandang sebagai simbol akhir dari perjalanan kehidupan manusia di dunia ini, sebelum melangkah menuju ke kayangan.
Penggunaan warna ini menjadi simbolis komunikasi, menceritakan kisah tentang kehidupan, kematian, dan spiritualitas yang melekat dalam setiap serat kain.