Tradisi Masoppo Bola . Konstruksi rumah adat dibuat secara lepas-pasang (knock down ), memungkinkan untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Suku Bugis memandang rumah tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai pusat siklus kehidupan. Ini adalah tempat di mana manusia dilahirkan, dibesarkan, menikah, dan meninggal.
Seperti banyak bentuk rumah-rumah tradisional nusantara, rumah penduduk yang mendiami Pulau Sulawesi ini juga berbentuk rumah panggung. Sulawesi Selatan memiliki rumah yang khas, tetapi pada pola dan bentuk umumnya memiliki kesamaan.
Walau mulai banyak ditinggalkan, secara tradisional rumah ini juga berbeda menurut status sosial penghuninya, seperti yang terlihat dari timpassila/timpalaj a yang jumlahnya minimal 3 tingkat bagi kalangan bangsawan.
Secara garis besar rumah-rumah orang Bugis-Makassar dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah (kolom). Sebagian besar aktivitas utama dilakukan di bagian tengah atau dalam istilah orang Bugis disebut ale bola, atau dalam Bahasa Makassar disebut kale balla’ .
Pada bagian atas, di antara atap dan langit-langit disebut rakkeang (Bugis) atau Bugis-Makassar yang menganggap bahwa alam semesta terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu dunia atas, tengah, dan dunia bawah.
Rumah panggung tradisional masyarakat Bugis memiliki keunikan dalam konstruksi yang dirancang secara khusus. Kerangka rumah terdiri dari tiang dan balok yang dipasang tanpa menggunakan paku.
Tiang penyanggah rumah akan dipilih dari kayu pilihan yang kuat dan tahan lama. Tiang-paku. Tiang-tiang rumah ada yang dipancang ke dalam tanah, sementara yang lainnya diletakkan di atas batu atau coran beton dengan perhitungan keseimbangan yang akurat.
Tentu ketahanan rumah sangat tergantung dari bahan-bahan terutama kayu yang digunakan dalam membangunnya, serta kecakapan tukang dalam bekerja untuk merangkai material tersebut menjadi rumah panggung yang utuh.
Kebanyakan dari rumah-rumah yang telah dibangun ini masih tetap berdiri kokoh hingga puluhan tahun, bahkan hingga penghuninya beranak-cucu di rumah tersebut. Saat sang pemilik rumah ingin berpindah ke tempat lain yang tidak begitu jauh, rumah itu cukup diangkat oleh warga kampung secara gotong royong.
View this post on Instagram
Hal ini juga bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti rumah yang dipindahkan karena telah dibeli oleh pihak lain tanpa tanahnya, atau karena faktor-faktor lain yang mendasari keputusan tersebut. Misalnya, seorang petani yang ingin lebih dekat dengan ladangnya atau ingin lebih dekat dengan keluarganya.
Ataupun pemilik memindahkan rumahnya karena tanah yang digunakan selama ini adalah tanah pinjaman atau mungkin ingin mengganti rumah dengan rumah permanen.
Hal ini menjadi salah satu keistimewaan dari rumah panggung. Dengan cara diangkat, proses pemindahan rumah biasanya berlangsung cepat, lebih ekonomis, dan risiko kerusakan akibat pembongkaran menjadi lebih sedikit.
Sebelum rumah tersebut dipindahkan, terlebih dahulu barang-barang yang ada di dalam rumah harus dikeluarkan. Kemudian, tiang-tiang di bawah rumah panggung diikat dengan bambu yang berfungsi sebagai alat untuk mengangkat rumah tersebut.
Proses Massoppo Bola diawali dengan perencanaan yaitu: Pemilik rumah yang telah merencanakan memindahkan rumahnya bermusyawarah bersama keluarga dan pemerintah setempat untuk menentukan waktunya.
Dalam hal penentuan hari pemindahan rumah biasanya dilaksanakan pada hari jumat. Lalu diumumkan kepada seluruh masyarakat, dan mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan seperti bambu, kayu dan tali.
Sebelum memulai biasanya diawali dengan pembacaan doa yang dilakukan imam kampung. Doa tersebut dilakukan sebagai bentuk harapan agar semua prosesi pemindahan rumah berjalan lancar.
Kemudian Kepala kampung yang akan memberikan aba-aba kapan harus mengangkat, berjalan dan sebagainya. Dalam proses pemindahan rumah biasanya hanya kaum laki-laki, sementara kaum perempuan bertugas untuk memasak makanan.
Orang Bugis membangun rumah tanpa menggunakan skatsa atau gambar. Pembangunan rumah dilaksanakan oleh Panrita Bola (ahli rumah) dan Panre Bola (tukang rumah).
Panrita Bola bertanggung jawab atas hal-hal yang berhubungan dengan aspek spiritual, adat, dan kepercayaan, sementara Panre Bola mengerjakan hal-hal bersifat teknis, seperti mengolah bahan kayu menjadi komponen struktur sampai rumah berdiri dan siap dihuni. Rumah adat Suku Bugis memang berbentuk rumah panggung kayu yang mudah digotong dan dipindahkan ke lokasi lain.
Tradisi Masoppo bola memiliki makna khususnya bagi masyarakat Bugis-Makassar bahwa tradisi ini bukan hanya gotong royong yang menjadi inti, melainkan kerja keras, kegigihan, kesabaran, dan kerendahan hati.