Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda dan sangat unik, salah satunya adalah tari-tarian. Setiap daerah di Indonesia memiliki tarian yang khas dan pastinya memiliki makna penting.
Seperti halnya dengan tarian Kafuk dari Papua Barat. Ketika kamu berkunjung ke Papua Barat pasti kamu akan melihat warga lokal melakukan tarian. Karena Tarian Kafuk, memang khusus untuk penyambutan warga lokal kepada tamu.
Dari puluhan perempuan di Distrik Miyah, Kabupaten Tambrauw, terdengar gumaman kalimat. Mereka mengucapkan serentak seperti merapal mantra.
Siau tayunu foo siau…
Siau tayunu foo siau…
Siau tayunu foo siau…
Kalimat itu artinya selamat datang. Rombongan itu berisi belasan orang. Mereka berputar-putar mengenakan kain etnik sambil terus merapal kalimat dengan intonasi yang bersaut-sautan.
Gerakannya enerjik, suaranya lantang. Kakinya mengentak-entak. Sedangkan kepalanya merunduk.
Inilah adat orang Papua. Mereka akan menyambut para tamunya dengan suka cita melalui sebuah tarian dan nyanyian. Ya, belasan orang berpakaian adat tadi tengah mempraktikkan tarian selamat datang, Tari Kafuk.
Seperti orang-orang Papua pada umumnya, tiap suku di bumi Cenderawasih itu memiliki adab menari serta menyanyi di berbagai kesempatan. Termasuk kala kedatangan orang dari luar daerah.
Dalam Tari Kafuk dan nyanyi itu, para penari perempuan membentuk formasi dua barisan. Tangannya mengayun-ayun seperti mengajak bermain.
Para tetua berada paling depan, sedangkan anak muda, dilanjutkan anak-anak kecil, berada di barisan belakang. Setelah itu, formasi barisan selanjutnya dibuat merenggang. Salah seorang penari akan menarik tamunya.
Tamu itu akan ditempatkan pada tengah barisan sambil diapit para penari. Mereka lalu menuntun para tamu itu ke tengah perkampungan. Di antara kalimat “siau tayunu foo siau”, terselip nama para tamu.
Sampai di tengah perkampungan, formasi mereka bubar. Dentuman kajon dipukul para penabuh dengan ritme yang semakin cepat.
Seorang pria yang memegang tombak menghambur di antara para penari perempuan. Dialah sang kepala suku. Pria separuh baya itu menginstruksikan para penari membentuk lingkaran. Tangan mereka bertautan satu sama lain. Kakinya mengayun ke kanan dan ke kiri.
Sambil setengah berlari, para tamu diajak berlari menyerong dalam lingkaran. Suara nyanyian saat itu akan bertambah keras. Tawa renyah menggelegar seketika.
Belum 10 menit dijamu, tamu-tamu ekspedisi sudah akrab dengan warga lokal. Begitulah cara mereka membangun hubungan dengan orang baru lewat tari dan nyanyian. Secrpat itu, suasana akan cair.
Adapun penari terorganisasi dalam dua sanggar. Masing-masing adalah Akamasar dan Ri Ruoh. Sanggar itu diketuai oleh Katarina Hae.
Gerakan-gerakan awal pada tarian itu berarti penghormatan. Misalnya, gerakan merunduk dan mengayunkan tangan.
Bagi orang Papua, itu adalah simbol menghargai tamu. Sedangkan olah tubuh yang mengentak-entak dan mengajak tamu menari bermakna menjalin keakraban.
Pada acara yang sesungguhnya, Tari Kafuk dipraktikkan oleh 40-100 orang. Seperti gerakan tari massal, suasana akan mencair bila para perempuan penari sudah bergerak bebas. Langit Miyah akan penuh dengan canda-tawa dari penduduk dan tamu.