Komunitas adat Lomba, kini dikenal sebagai Tanah Romba, merupakan bagian penting dari kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur. Terletak di pantai selatan Pulau Flores, wilayah ini kaya akan sejarah dan cerita rakyat. Bergantung pada laut dan tanah, kehidupan di sini penuh dengan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Geografis Romba yang memikat menjadikannya tempat bersejarah. Terbentang dari Mbuju hingga pantai Lomba, tiga kampung utama: Rombawawo, Romba Wena, dan Romba Nuamuri, menciptakan harmonisasi budaya yang unik. Lomba Ua, yang berarti Lomba dan Ua, memperlihatkan keragaman dan keunikan yang hidup dalam komunitasnya.
Sejarah Nama Tanah Romba
Asal usul nama Romba berasal dari kata lomba, yang berarti insang ikan. Dengan lokasinya yang berada di pinggir laut, Romba menjadi tempat strategis untuk pengeringan ikan oleh nelayan dari Pulau Ende.
Para nelayan dari Ende sering singgah di sini untuk memanfaatkan potensi alam. Mereka mengeringkan hasil tangkapannya di pantai berbatu, sumber daya alam menjadi landasan eksplorasi budaya dan ekonomi yang menghidupi masyarakat lokal.
Komunitas Adat dan Keberadaan Kampung
Kampung Romba terdiri dari tiga komunitas utama: Romba Wawo, Romba Wena, dan Romba Nuamuri, yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Ketiga kampung ini bersatu di bawah komunitas adat Jawa Wawo.
Masyarakat Jawawawo menganggap Ua Lomba Wawo sebagai bagian dari identitas adat mereka meskipun dipisah oleh batas geografi. Harmonisasi ini menambah kedalaman hubungan sosial di wilayah ini.
Geografi dan Administrasi Romba
Sebagai bagian dari Kecamatan Keo Tengah, Romba memiliki posisi strategis yang mempengaruhi struktur sosial dan ekonomi. Kehidupan di Romba tidak hanya terfokus pada adat, tetapi juga pada pengelolaan sumber daya alam yang mendukung masyarakat setempat.
Nalayan dari Ende mengandalkan Romba sebagai titik penting dalam perdagangan barang keperluan sehari-hari. Di sisi lain, pertanian seperti kelapa, pisang, ubi, dan jagung menjadi sumber ekonomi alternatif bagi warga, menunjukkan diversifikasi yang didorong oleh kebutuhan dan keterampilan lokal.
Warisan Budaya yang Kental
Kehadiran Romba sebagai komunitas adat memperkaya warisan budaya Flores. Dengan adat istiadat yang hidup, Romba menjaga kelestarian tradisi melalui upacara dan ritual. Warisan ini diwujudkan dalam bentuk gotong royong dan interaksi sosial yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan.
Perjuangan dan Sejarah Kepemilikan Tanah
Tanah Romba memiliki sejarah panjang dalam kepemilikan, awalnya dimiliki oleh Rogo Rabi, pelaut asal Makassar, kemudian bergeser kepemilikannya ke tangan Ejo Keo. Perubahan ini menandakan dinamika sosial-politik yang mempengaruhi kondisi masyarakat saat itu.
Wilayah ini pernah menjadi bagian dari Hamente Pautola sebelum terbentuknya pemerintahan desa, dengan Mohamad Saleh Ria sebagai kepala mere, menunjukkan kepemimpinan lokal yang berpegang teguh pada disiplin adat dan kebijaksanaan.
Identitas dan Kota Kecamatan
Masyarakat Romba mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar, di bawah desa Witurombaua dan kecamatan Keo Tengah. Identitas ini menciptakan ikatan sosial yang kuat dan mempengaruhi hubungan mereka dengan desa-desa sekitarnya.
Peran Laut Sawu dalam Kehidupan Sehari-hari
Laut Sawu adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Romba. Laut menjadi sumber penghidupan dan inspirasi bagi penduduknya, menjadikannya simbol kekayaan alam dan tradisi maritim yang kental.
Budaya Romba yang kaya mencerminkan kombinasi harmonis antara tradisi lama dan perkembangan modern. Kampung ini tetap menjadi saksi bisu perubahan zaman, sekaligus menjaga keutuhan nilai-nilai leluhur.