Sayyang Pattudu, Tradisi Kuda Menari dari Tanah Mandar 

Kuda Menari. Yah… Sebuah keheranan tercipta dari semua kemustahilan. Perjalanan panjang ini telah tercipta, sebelum seni pertunjukan dipanggungkan oleh dunia barat, tanah Mandar telah memulai sejak di zaman masa silam.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Kuda menari adalah produk budaya terbaik sejauh ini. Menjadikan kuda seperti para penari cilik di acara ulang tahun. Sayyang Pattudu adalah Kuda yang menari mengikuti alunan musik menurut bahasa Mandar yaitu suku mayoritas yang mendiami semenanjung Barat Pulau Sulawesi atau yang dikenal provinsi Sulawesi Barat.

Sejarah Perjalanan Sayyang Pattudu

Sejak mula munculnya tradisi ini, bahwa tak seorang pun yang mengetahui secara pasti. Siapa yang menciptakan ini, siapa yang memulai dan kapan dimulainya tradisi ini.

Namun sebagian sumber turut mempertahankan sumber sejarah ini bahwa Sayyang Pattudu sudah dimulai sejak abad ke-14, masa pemerintah raja perdana Kerajaan Balanipa, Imanyambungi yang bergelar Todilaling, bahwa pada masa itu kuda merupakan bagian dari satu-satunya alat transportasi populer yang digunakan masyatakat, sehingga terciptalah Sayyang Pattudduq sampai di masa ini.

- Advertisement -

Ada pula versi yang berkembang tentang Sayyang Pattudu baru mulai dipopulerkan saat islam menjadi agama resmi beberapa kerajaan di tanah Mandar, yaitu abad ke-16. Berdasarkan kisah-kisah yang ada, dahulu berkuda adalah bagian terpenting. Kuda didentikan dengan kekerasan, kekuasaan, kekuatan dan kemewahan.

Sejak islam menguasai tanah ini, kuda-kuda tersebut kemudian dididik, dilatih, serta bagian dari alat pendidikan. Bagi putera bangsawan keterampilan berkuda adalah suatu keharusan. Demikian pula para santri, yang ingin menamatkan pengajian, syarat utama adalah mereka harus berhasil membuat kuda patuh kepadanya. Mengikuti irama rebana ataupun senandung shalawatan.

Sayyang Pattudduq mulai berkembang di lingkungan istana, disakralkan. Kemudian hanya dimainkan pada upacara ritual yang berkenaan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangan sejauh ini, Sayyang Pattudu mengalami pergeseran.

- Advertisement -

Tradisi ini tidak hanya digelar pada penamatan Al-qur’an mappatamma Qur’an, namun juga digelar saat menyambut tamu kehormatan serta kepentingan atraksi wisata.

Baca Juga :  Tari Molulo, Simbol Persahabatan Muda-Mudi Suku Tolaki

Bagaimana Kuda-kuda itu Menari?

Ketika rebana ditabuhkan, maka kuda tersebut segera mengikutinya. Layaknya manusia yang sedang menikmati pesta perkawinan. Kuda akan mengehentakan kaki,  mengangguk-anggukkan kepala, dan sesekali mengangkat setengah badannya di udara. Semakin kencang tabuhan rebana, sang kuda dan para penontong menjadi lebih semangat.

Saat itu pula seorang gadis akan duduk diatas punggungnya, berpakaian adat Baju Pokko khas tanah Mandar, dinaungi payung kehormatan, beserta kuda menari itu akan dihiasi bermacam aksesoris.

- Advertisement -

Dalam hal apapun, semuanya selalu ada sebab akibat. Sekalipun ini tradisi namun bahaya bisa lebih dekat. Untuk itu Sawi adalah penting untuk menjaga kestabilan gerakan kuda. Ia bertugas memberi intruksi kepada kuda. Selain Sawi, ada pula Passarung berjumlah empat orang. Mereka berada pada posisi samping kanan dan kiri kuda untuk menjaga gadis penunggang atau disebut Pesaweang.

Selama belum berakhir atraksi ini, Parrawana akan terus menabuh musik, bersamaan dengan Pangkalindaqdaq sebagai pelantun syair-syair Mandar yang mengandung nasehat tentang agama, pendidikan dan pergaulan muda mudi agar menjaga diri mereka.

Status Tradisi Sayyang Pattudu

Bahwa semua tradisi adalah nilai tak terhingga. Tradisi selalu memberi banyak pemahaman tentang masa lalu. Mempertahan tradisi akan berdampak bagi banyak sektor. Eksistensi, harga diri, kekayaan intelektual, dan nilai ekonomi.

Kini Tradisi Sayyang Pattudu sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013. Dengan demikian tradisi ini menjadi sah milik rakyat Indonesia sepenuhnya tanpa klaim dari negara lain.

- Advertisement -