Bagi masyarakat Lio yang tinggal di Kabupaten Ende, ritual-ritual tradisional dari masa lampau dianggap sebagai semacam agama yang masih bertahan hingga kini. Salah satu ritual terpenting dalam kehidupan mereka adalah Joka Ju.
Pencipta Ritual Joka Ju dipandang seperti dewa yang diyakini memiliki kekuatan luar biasa untuk melindungi masyarakat dari kejahatan, kesialan, serta melenyapkan berbagai wabah dari tanah leluhur mereka. Secara harfiah, Joka Ju berarti “menolak bala”, di mana “Joka” bermakna tolak dan “Ju” berarti bala atau roh jahat yang mengganggu kehidupan.
Ritual ini dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan April menjelang musim panen. Karena itu, pemangku adat beserta seluruh masyarakat suku bergembira menyambut datangnya Joka Ju.
Setelah ritual sakral ini dilaksanakan, mereka berharap dapat menikmati hasil panen yang melimpah. Dalam pemaknaan lain, Joka Ju dianggap sebagai doa, ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia dan kekayaan alam yang melimpah.
Rangkaian Upacara Joka Ju
Ritual Joka Ju diatur oleh aturan adat yang ketat dan berlangsung selama empat hari berturut-turut. Pada hari keempat, yang menjadi puncak ritual, pemimpin adat yang disebut Mosalaki akan membuat sesajen dan mengantarkannya ke suatu tempat yang diyakini sebagai rumah para roh nenek moyang mereka.
Sebelum hari keempat, seluruh masyarakat adat diwajibkan menangkap ternak seperti ayam, babi, dan kambing untuk dijadikan sesajen. Setelah itu, dilanjutkan dengan tarian adat Gawi khas masyarakat Lio, dan diakhiri dengan pengantaran persembahan tersebut.
Larangan-Larangan Selama Ritual Joka Ju
Selama berlangsungnya ritual Joka Ju, semua aktivitas masyarakat adat harus dihentikan. Kegiatan seperti berkebun, menenun, menyalakan api, memetik tanaman, bahkan menguburkan orang yang meninggal, semuanya dilarang.
Jika ada yang melanggar, Mosalaki akan memberikan sanksi adat berupa seekor babi dan arak, yang kemudian digunakan dalam upacara adat.
Pangkat Mosalaki
Di wilayah NTT, pemimpin adat yang paling berpengaruh disebut Mosalaki. Mosalaki adalah pemimpin adat yang sah, memiliki otoritas tinggi, dan diakui dalam masyarakat adat. Ia berwenang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat.
Dalam struktur adat Suku Lio, Mosalaki Pu’u setara dengan presiden, sementara Mosalaki Ria Bewa berperan seperti lembaga legislatif. Selain itu, terdapat Mosalaki Laki Sasa Tomasa Soso Tomolo Kore Tombore Teka To Bega yang bertindak sebagai hakim adat. Ada pula 15 Mosalaki lainnya yang bertugas sebagai penasihat, yang perannya serupa dengan para menteri.