Pasar Tomohon, Pasar Penjual Segala Macam Daging di Nusantara

Kebiasaan orang Minahasa, khususnya Tomohon, dalam mengonsumsi kelelawar, tikus hutan, ular, kucing, dan hewan lainnya. "Ändai semut ada dagingnya, pasti dijual disini," canda seorang sahabat.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Berkeliling melihat jenis ‘daging tidak biasa’ ini menjadi kegiatan yang mengasyikkan saat di Pasar Tomohon.

Sejarah Pasar Tomohon

Kebiasaan mengonsumsi hewan-hewan yang tak lazim dimakan, membantu orang Minahasa ketika harus bertahan di hutan. Pada era konflik bersenjata tahun 1950-an, orang-orang Minahasa yang menjadi gerilyawan–baik dalam Pasukan Pembela Keadilan (PPK) pimpinan Jan Timbuleng maupun Permesta pimpinan Vintje Sumual–mampu bertahan hidup dengan logistik yang terbatas.

Sebuah contoh disampaikan oleh Rudy Manoppo, salah seorang pengikut Permesta yang belakangan masuk Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang angkatan 1962. Dalam kursus kecabangan infanteri, seperti terdapat dalam buku Kompi Sulhaspati: Pengabdian dan Perjuangan (2002: 320), Rudy memberikan contoh bertahan hidup di hutan dengan memakan monyet dan ular.

- Advertisement -

Kebiasaan mengonsumsi hewan-hewan ini kemudian melahirkan sejumlah lelucon. Salah satunya adalah ungkapan bahwa “semua yang bisa terbang asal bukan pesawat, semua yang melata asal bukan kereta api, bisa dimakan oleh orang Minahasa”.

Sejak lama, hewan-hewan itu sudah jadi santapan orang Minahasa, bahkan sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke Sulawesi Utara. Sebagian orang Kristen yang tidak mengharamkan makanan ini kemudian melanjutkan kebiasaan tersebut.

”Jelas bahwa makanan membelah antara Kristen-Minahasa dan Islam,” tulis Nono Sumampouw dalam bukunya Menjadi Manado: Torang Samua Basudara, Sabla Aer, dan Pembentukan Identitas Sosial (2018:11).

- Advertisement -

Namun ia menegaskan bahwa hal itu terjadi hanya dalam soal makanan, bukan membelah Minahasa secara luas. Selain orang Islam, menurut Roger Allan Kembuan, sejarawan dan pengajar di Universitas Sam Ratulangi, penganut Kristen Advent juga tidak mengonsumsi hewan-hewan tersebut.

Baca Juga :  Membuka Pintu Gunung Amegelu
- Advertisement -