Dalam sejarah panjang Kerajaan Bone, Raja Bone III, La Saliyu Karempelua ini, menjadi sorotan dengan visi dan kebijaksanaannya. Kisahnya tak hanya menyentuh hati rakyat Bone, namun meninggalkan jejak budaya yang berharga.
Raja ini dilahirkan dalam garis kebangsawanan, menggantikan pamannya La Ummase’ pada usia sangat muda. Sejak awal, La Saliyu menunjukkan pesona kepemimpinan yang jarang ada. Dia bukan sekadar anggota kerajaan, namun pilar penting bagi Kerajaan Bone.
Rakyat Bone mengenang arif bicaranya dan tindak tanduknya yang cerdas. Ia memimpin dengan adil dan berani, serta memperluas wilayah kerajaan. Kerajaan Bone pada masanya mencapai puncak kejayaan dengan berbagai kebijakan inovatif.
Menapaki jejaknya adalah menapaki kisah tentang cinta, keberanian dan keteguhan hati seorang raja yang mewujudkan sebuah era keemasan. Keberaniannya dalam menghadapi tantangan dan memperluas kerajaan merupakan catatan penting dalam cerita masyarakat Bugis.
Awal Kepemimpinan La Saliyu Karempelua
La Saliyu Karempelua dipilih menjadi Raja Bone III bukan sekadar karena garis keturunan, tetapi atas ketetapan pamannya, Raja Bone II. Pelantikannya berlangsung meriah, selama tujuh hari tujuh malam, simbol dari masa transisi yang akan membawa Bone menuju babak sejarah yang gemilang.
Cinta dan Penghormatan pada Orang Tua
Menginjak dewasa, La Saliyu mengunjungi orang tuanya di Palakka dengan penuh kerinduan. Dalam suasana haru, ia menerima pusaka keluarga dan mengalihkan pusat perdagangan dari Palakka ke Bone.
Keputusan tersebut bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi cermin kedalaman rasa hormatnya kepada kedua orang tuanya yang telah memberinya segalanya. Keputusan itu membawa perubahan signifikan bagi Kerajaan Bone.
La Saliyu dikenal amat hormat dan mematuhi orang tuanya. Baginya, orang tua adalah sosok utama dalam hidupnya. Ia memindahkan orang-orang penting dari istana untuk mengurus segala keperluan dan kepentingan kerajaan.
Pelindung dan Panglima yang Berani
Sejak kecil, La Saliyu tidak pernah takut menghadapi bahaya. Kecerdasannya terkenal sampai di kalangan musuh sekalipun. Ia adalah panglima gagah berani yang tidak segan memimpin barisan depan pasukan dalam perang.
La Saliyu menikah dengan We Tenri Roppo, seorang putri bangsawan dari Arung Paccing. Dari pernikahan ini lahir anak-anak yang kelak melanjutkan garis keturunannya.
Pernikahan ini sekaligus memperkuat ikatan kerajaan dengan daerah-daerah lain, memperluas pengaruh Bone dan menambah kekayaan budaya serta politik.
Putri mahkota dari pernikahan ini adalah We Banrigau. Ia mewarisi kecerdasan dan ketangguhan sang ayah, kelak menjadi tokoh penting dalam sejarah Bone.
Ekspansi Wilayah Kerajaan
La Saliyu melanjutkan program ekspansi yang dirintis pendahulunya. Kerajaan Bone kala itu tumbuh pesat dan berhasil menaklukkan banyak kerajaan kecil di sekitar. Ekspansi ini tidak hanya memperluas wilayah, tetapi juga meningkatkan posisi diplomatik Bone.
Tata Kelola dan Organisasi Pemerintahan
Secara administratif, Kerajaan Bone dibagi menjadi tiga wilayah. Masing-masing dengan sistem pengelolaannya sendiri, sesuai dengan bendera yang mereka junjung.
Pembagian administratif ini adalah inovasi penting dalam struktur pemerintahan, mencerminkan kecerdikan La Saliyu dalam mengelola dan mengawasi kerajaan yang semakin luas.
Pengaturan ini menandai lahirnya pola Pemerintahan Desentralisasi, yang sangat efektif dalam mengurus wilayah yang luas.
Pada masanya, peraturan pertanahan dan hukum warisan diumumkan resmi. Kebijakan ini terbilang progresif dan membantu mempertahankan stabilitas di dalam masyarakat.
Penerus Tahta Kerajaan Bone
Setelah memimpin dengan bijak selama 72 tahun, La Saliyu memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan pada putrinya, We Banrigau Daeng Marowa. Keputusan untuk menjadikan putrinya sebagai penerus adalah langkah berani, melanjutkan warisan kepemimpinan yang kuat.
La Saliyu menghendaki penerusnya terpilih dari putra-putrinya sendiri yang mengerti betul nilai-nilai kerajaan. Langkah ini menandai dimulainya periode perempuan dalam kepemimpinan kerajaan.
Akhir Perjalanan Seorang Raja
Dalam detik-detik akhir kepemimpinan, La Saliyu tetap memikirkan masa depan Kerajaan Bone. Bendera WoromporongE dikibarkan sebagai lambang kemegahan dan warisan abadi sang raja.