Sate Payau. Dahulu, Kalimantan Timur masuk dalam wilayah Kerajaan Kutai Martadipura atau Kutai Martapura yang berkuasa pada abad ke-4 (300 Masehi).
Kutai Martadipura sendiri merupakan kerajaan bercorak Hindu pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, atau lebih tepatnya di hulu Sungai Mahakam.
Pada saat itu makanan khas Kutai sangat beragam. Masakan mereka mengadopsi makanan gaya India. Daging yang menjadi santapan pokok adalah rusa dikarenakan hewan inilah yang paling sering ditemui disana saat itu serta larangan mengonsumsi sapi.
Umat Hindu memang menganggap bahwa sapi merupakan hewan suci dan simbol kehidupan yang harus dilestarikan. Dalam peradaban Veda, sapi berhubungan dengan Aditi atau ibu dari semua dewa.
Menyembelih, membunuh, menyakiti atau mengonsumsi daging sapi adalah sesuatu yang tabu bagi umat Hindu. Menurut cerita, pada zaman dulu sate telah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan jadi kuliner tradisional yang sangat lezat.
Pengunaan danging rusa sebagai penggati sapi tak lain untuk menghormati peraturan agama. Memasuki tahun 1999 pemerintah tegas melarang perburuan rusa dan mamasukankannya dalam kategori hewan yang dilindungi negara.Â
Sate Payau memiliki struktur daging yang lembut dan empuk dibanding dengan daging sapi.
Cara membuatnyapun cukup mudah. Daging rusa yang telah dipotong bersih ditusuk menggunakan tusuk sate, tusuk sate secukupnya. Daging sate diolah sama sepertinya daging sate pada umumnya dan sangat nikmat dihidangkan bersama nasi putih ditemani sup.
Sayangnya, kelezatan Sate Payau kini tidak dapat dinikmati dengan mudah, sate ini hanya disajikan pada saat acara besar seperti festival dan upacara adat di Kutai Kartanegara.