Provinsi yang dikenal dengan nama NTT ini memiliki kekayaan kuliner yang unik. Salah satunya adalah sejenis dolol bernama Kue Manggulu.
Kuliner ini berasal dari Kabupaten Sumba Timur. Kuliner tersebut terbilang cukup sehat, karena bebas gula buatan dan bahan pengawet.
Dodol Sumba semakin terpinggirkan dengan hadirnya berbagai makanan instant. Selain menjadi makan khas Sumba, manggulu juga memiliki nilai historis.
Pada masa penjajahan Belanda dulu, makanan ini sangat disukai serdadu Belanda. Bahkan ketika mereka masuk ke pelosok Sumba Timur, mereka selalu membawa kue Menggulu ini.
Rasanya yang agak manis dan bentuknya kecil dan mudah dibawa sangat ampuh untuk menolak rasa lapar . Bentuknya seperti dodol cuma dibungkus menggunakan daun pisang kering sehingga menjadi awet berhari-hari.
Makanan lezat ini dikenal sangat sederhana, baik cara pembuatannya maupun cara penyajiannya. Bahan dasar Manggulu ini sangat mudah didapat, yaitu pisang dan kacang tanah.
Proses pembuatannya cukup memakan waktu karena melalui proses alami. Pengupasan pisang hingga menjadi kue Manggulu membutuhkan waktu hingga dua minggu.
Manggulu ini sebetulnya adalah makanan yang terbuat dari dari pisang kepok yang telah masak lalu dikupas dan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari. Bahan lainnya, yaitu kacang tanah, di goreng tanpa minyak (disangrai) lalu dibuang kulit arinya. Kacang tanah kemudian ditumbuk bersama dengan pisang kepok yang telah kering.
Kemudian setelah kedua bahan ini halus lalu dicampur dan kemudian dibentuk. Kalau cara tradisional, pembentukan manggulu dengan menggunakan tangan. Tetapi akhir-akhir ini pencampuran dan pembentukannya sudah menggunakan mesin penggiling.
Manggulu yang mirip dodol ini kemasan aslinya dibungkus dengan daun pisang kering. Karena sesuai tradisi orang Sumba, daun pisang kering digunakan untuk wadah pembungkus sekaligus pengawet.
Adonan manggulu digulung dalam daun pisang kering itu hingga berbentuk oval, lalu ikat bagian atas dan bawah daun pisang tersebut. Saat ini Manggulu hanya diproduksi dalam jumlah kecil di industri rumahan oleh warga yang masih peduli untuk menjaga warisan budaya leluhur.
Walaupun tidak memakai bahan pengawet, Manggulu produksi industri rumahan ini bisa bertahan hingga 6 bulan. Biasanya masyarakat sumba menjualnya dengan harga sekitar Rp. 10.000.