Desa Adat Sumba. Bagi sebagian orang, perjalanan wisata sering kali diukur dari seberapa indah latar foto yang berhasil ditangkap kamera. Namun sejatinya, wisata yang ideal tidak hanya tentang pemandangan yang memesona, melainkan juga bagaimana kita terhubung dengan kehidupan, kearifan, dan budaya masyarakat setempat.
Pulau Sumba, yang terletak di ujung timur Provinsi Nusa Tenggara Timur, menawarkan pengalaman wisata yang jauh melampaui keindahan visual. Di desa-desa adatnya, pengunjung akan menemukan kehidupan yang mengalir bersama tradisi, kepercayaan, dan warisan leluhur yang terus dijaga hingga kini.
Rumah adat Sumba adalah jantung dari kehidupan sosial dan spiritual masyarakatnya. Ciri khas yang langsung terlihat adalah bentuk atapnya yang menjulang tinggi, menciptakan siluet yang dramatis di lanskap perbukitan dan padang ilalang. Arsitektur rumah adat Sumba bukan sekadar estetika, melainkan representasi dari struktur alam semesta menurut kepercayaan Marapu yang dianut secara turun-temurun.
Lihat postingan ini di Instagram
Secara vertikal, rumah adat terbagi menjadi tiga bagian. Bagian paling atas disebut ruang Marapu atau dunia atas, tempat roh leluhur bersemayam dan tempat penyimpanan benda pusaka. Bagian tengah adalah ruang kehidupan sehari-hari, tempat penghuni rumah beraktivitas. Sementara itu, bagian terbawah atau kolong rumah melambangkan dunia bawah, tempat roh jahat melintas.
Struktur rumah adat juga mencerminkan keseimbangan antara peran laki-laki dan perempuan. Ruang kanan, yang disebut kaheli bokulu, menjadi wilayah maskulin, tempat pelaksanaan upacara adat dan kegiatan kaum pria. Ruang kiri, atau kaheli maringu, adalah ruang feminin, tempat perempuan mengelola urusan rumah tangga.
Simbol-simbol lain juga hadir di bagian luar rumah. Di depan rumah adat, sering kali tampak tanduk kerbau yang tergantung rapi. Ini bukan sekadar hiasan, melainkan penanda bahwa sang pemilik rumah pernah melaksanakan upacara adat. Semakin banyak dan besar tanduknya, semakin tinggi pula status sosialnya.
Lihat postingan ini di Instagram
Di sekitar rumah adat biasanya berdiri kubur batu megah yang menambah nuansa magis pada tiap sudut desa. Masyarakat Sumba percaya bahwa hubungan dengan leluhur tidak pernah terputus, bahkan setelah kematian.
Menhir atau penji, batu tegak yang diukir dengan motif tradisional, menjadi penanda identitas dan status sosial mendiang. Desa-desa adat di Sumba tersebar di berbagai penjuru pulau dan masing-masing memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan latar sejarah, dialek, dan budaya dari klan-klan yang menghuni wilayah tersebut.
Salah satu desa adat yang paling dikenal adalah Ratenggaro, yang terletak di Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya. Desa ini menyimpan sekitar 300 kubur batu, salah satunya diperkirakan berusia lebih dari 4.500 tahun. Nama Ratenggaro berasal dari kata rate yang berarti makam dan nggaro yang berarti orang Garo.
यो पोस्ट Instagram मा हेर्नुहोस्
Rumah adat di sini disebut uma kalada, dengan atap yang dapat menjulang hingga 20 meter. Letaknya yang berada di tepi pantai berpasir putih menjadikan desa ini mudah dikenali dari kejauhan. Aliran sungai yang bermuara langsung ke laut dan kuda-kuda Sumba yang berlarian bebas di tepi pantai menambah kesan eksotis, apalagi ketika diiringi petikan tungga, gitar tradisional Sumba, yang dimainkan oleh warga setempat.