Bapongka, Tradisi Menghargai Laut Suku Bajo

Etnik Bajo dan dunia laut adalah mata uang tidak terpisahkan. Laut adalah ladang tumpuan hidup. Nyaris dimana ada laut, disana ada mereka. Etnik Bajo menyebar di seluruh bumi nusantara.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Laut adalah air, suatu benda cair yang dingin, kadang membahayakan diri sendiri. Namun istilah lain telah menguatkan bahwa Etnik Bajo adalah manusia-manusia laut. Diatas sini adalah tempat rumah mereka. Mendirikan rumah dengan pola pemukiman yang unik. Jika dahulu justru perahu-perahu Lepa adalah tempat tinggal untuk sepanjang waktu.

Bapongka adalah tradisi turun temurun menek moyang mereka dalam menangkap ikan di laut. Atas dasar tradisi itu, mereka harus melakukan perjalanan panjang lebih jauh, lebih lama di lautan lepas.

Bapongka disebut juga Babangi yaitu bermalam di lautan lepas selama 3 hari bahkan sebulan lamanya. Atau disebut Pongka tidak lain adalah berlayar jauh mencari nafkah hingga ke daerah lain selama itu secara berkelompok.

- Advertisement -
Tradisi Bapongka
Kehidupan suku bajo. IMG Mongabay

Setiap kelompok terdiri dari tiga hingga lima perahu. Pembentukan kelompok kecil bapongka lebih sering dilakukan berdasarkan kedekatan hubungan. Biasanya kelompok kecil tersebut akan bertemu dengan kelompok kecil lainnya di lokasi penangkapan dan akhirnya  membentuk  kelompok besar yang jumlahnya bisa mencapai 15 bahkan  20 perahu.

Selama pelayaran berlangsung, perahu yang digunakan adalah perahu tradisional Lepa yang dilengkapi cadik dan atap berbahan daun sagu. Biasanya perahu-perahu tersebut dijalankan dengan dayung, sekalipun saat ini ada beberapa dari mereka dilengkapi mesin katinting. 

Disaat Bapongka, mereka membawa cukup banyak perlengkapan, seperti: bahan makanan, lampu petromaks, tempat air, alat masak, perlengkapan tidur, peralatan tangkap, juga termasuk tangkapan hasil laut lainnya.

- Advertisement -

Atas dasar tradisi turun temurun nenek moyang mereka, masyarakat lebih memilih Bapongka berbanding kegiatan melaut lainnya. Bapongka menurut mereka aktivitas ini berdampak baik pada kelestarian laut, khususnya bagi terumbu karang.

Namun sayangnya, ada indikasi bahwa hasil Bapongka cenderung lebih sedikit dari aspek jumlah ataupun ukuran hasil laut. Ada kekhawatiran bahwa berkurangnya hasil bapongka akan berpengaruh pada minat masyarakat melakukan tradisi ini.

Baca Juga :  Tradisi Perang Timbung, Nilai dan Asal Usulnya
Tradisi Bapongka
Anak-anak bajo. INT

Pantangan Dalam Bapongka

Dalam hal mencari rejeki, pantangan-pantangan dalam Bapongka adalah unsur yang kuat. Mereka meyakini bahwa apabila melanggar akan berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan, diantaranya:  Tidak boleh membuang air cucian beras, arang kayu bekas memasak, ampas kopi, air cabe, air jahe, kulit jeruk, abu dapur.

- Advertisement -

Semua jenis sampah selama dalam perjalanan akan ditampung di dalam perahu. Apabila telah berada di daratan barulah dapat dibuang. 

Pantangan Bagi Istri

Selama suaminya melakukan Bapongka, ¹Istri yang ditinggal tak boleh membawa api atau menyapu di dalam rumah. ²Pada waktu hendak berlayar jauh, setelah berada di dalam perahu, tak boleh mengeluarkan air yang ada di dalam perahu sebelum pershu mulai berlayar. ³Selama dalam perjalanan tak dibolehkan mengucapkan kalimat-kalimat yang buruk. 

Walaupun peralatan yang digunakan sangat tradisional, masyarakat tetap mengikuti aturan ysng telah ditetapkan. Apabila melanggar .

Kesederhanan perahu dan peralatan mengambil hasil laut dan pantangan yang harus dilakukan, dimana mereka tak boleh melanggarnya karena dipercaya akan terjadi bencana karena alam laut diyakini ada penguasa dalam bentuk roh yakni Mbo. Hal-hal ini membuat tradisi Bapongka sangat menghargai dan melestarikan alam, sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Bajo.*** (Steven, dari berbagai sumber)

 

- Advertisement -