Pemain Angklung Buhun ini diharuskan laki-laki yang merupakan seniman buhun. Jumlah pemain angklung buhun adalah 12 orang, di sesuaikan dengan jumlah alat musik angklung buhun, diantaranya 9 pemain angklung dan 3 orang pemain bedug. Dalam pertunjukannya, para pemain Angklung Buhun ini menggunakan busana khas masyarakat Baduy.
Angklung Buhun di wilayah kabupaten Lebak ini dipercaya sudah ada sejak terbentuknya masyarakat Baduy bercorak Sunda itu sendiri. Sehingga bagi masyarakat Baduy, kesenian ini memiliki makna yang sangat penting dalam mempertahankan eksistensi masyarakat di sana.
Angklung Buhun dalam bahasa lokal mengandung arti “angklung tua” atau “angklung kuno” atau kesenian angklung para leluhur. Dengan demikian bagi masyarakat Baduy, angklung buhun ini menjadi salah satu pusaka yang memiliki makna ritual dan makna tradisi yang sangat penting di dalamnya.
Di kabupaten Lebak, tidak semua masyarakatnya familiar dengan angklung buhun, karena alat musik angklung buhun tidak ada pada sanggar sanggar seni di Kabupaten lebak, tetapi lebih eklusif pada masyarakat Baduy.
Angklung buhun hanya dimainkan pada acara tertentu saja yang berkaitan dengan upacara ritual. Pada awalnya Angklung Buhun hanya dimainkan sekali dalam satu tahun, yaitu pada saat upacara ngaseuk, yaitu acara menanam padi di ladang (ngahuma).
Upacara ngaseukyang diiringi dengan pertunjukan angklung buhun ini diharapkan agar proses penanaman padi hingga panen dapat berjalan lancar dan diberi berkah dengan hasil panen melimpah.
Dalam perkembangan selanjutnya angklung buhun juga dimainkan dalam upacara seren tahun (panen padi) dan upacara seba Baduy (acara menghadap pimpinan.
Dalam upacara seren taun dan seba Baduy, angklung buhun, walaupun dengan ciri khas kesederhanaannya tetap lebih ramai karena bisa ada beberapa grup atau beberapa rombongan.
Demikian juga pementasan angklung buhun pada upacara seba Baduy dan upacara seren taun, alat musiknya ditambah dengan dog-dog lojor semacam gendang atau bedug kecil terbuat dari kayu berbentuk memanjang.
Pertunjukan angklung buhun ini diawali dengan ritual khusus seperti pembacaan doa dan pemberian sesajen oleh seorang kuncen/ pawang. Dalam pertunjukannya, pemain membuat formasi melingkar. Sambil memainkan alat musiknya, juga diiringi gerakan-gerakan oleh para pemain sambil tetembangan lirih.
Di tengah-tengah pemain, seorang kuncen menghadap kemenyan dan sesajen sembari membacakan doa. Dalam pertunjukan ini juga diselingi oleh suatu atraksi adu kekuatan oleh dua orang pemain yang saling mengadukan badan hingga salah satunya jatuh. Hal ini dilakukan secara berulang sampai mereka kelelahan.