Filosofi Kue Apem dan Nilai Budaya Didalamnya

Kue apam atau apem adalah salah satu kue tradisional yang masih dipertahankan hingga saat ini dan masih sering disajikan di berbagai acara.

Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Selain membersihkan makam leluhur dan doa bersama, masyarakat setempat juga melestarikan tradisi ngapem , yaitu membuat kue tradisional apem, yang dilengkapi dengan ketan dan kolak. Bagi masyarakat yang melestarikan tradisi ngapem , biasanya akan membagikan ketan kolak apem tersebut kepada kerabat dan tetangga.

Bukan hanya rasanya yang nikmat khas Nusantara, ketiga makanan tersebut juga sarat makna yang mendalam. Kolak misalnya, diambil dari kata ‘khalaqa’, bahasa Arab yang artinya menciptakan. Kata lainnya ‘Khaliq’, artinya sang pencipta. Secara harfiah, orang Jawa mengartikan kolak sebagai simbol harapan yang memasaknya agar senantiasa mengingat sang pencipta.

- Advertisement -

Kue apem pun punya filosofi yang dalam. Dipercaya asal katanya dari bahasa Arab, afwan artinya maaf atau mohon ampunan. Lebih lanjut lagi, diartikan sebagai wujud saling memaafkan antar sesama manusia. Pun teksturnya yang lengket mengartikan eratnya tali silaturahmi.

Ketan selain dimaknai sebagai singkatan dari kata ngraketke ikatan (mempererat hubungan), juga konon bermakna kemutan dalam bahasa Jawa artinya teringat. Mengisyaratkan perenungan dan instropeksi diri atas kesalahan dan dosa dilakukan selama ini.

Upacara Adat “Wahyu Kliyu” di Dukuh Kendal Karanganyar

Masyarakat Karanganyar, Jawa Tengah juga punya tradisi yang melibatkan apem yakni tradisi Wahyu Kliyu, melempar apem ke tikar yang dilapisi daun pisang. Tradisi ini diperingati setiap bulan Suro tanggal 15 dan dilakukan turun temurun untuk mengharap berkah, menyampaikan syukur, dan memohon keselamatan.

- Advertisement -

Penyelenggaraan upacara adat dilakukan secara gotong royong. Setiap keluarga di Dusun Kendal wajib membuat 344 butir apam. Ribuan kue apam akan didoakan pemuka adat di rumah tetua di Dusun Kendal.

Apam yang telah didoakan kemudian dilemparkan ke wadah berukuran besar sembari mengucapkan “wahyu kliyu”. Pada akhir acara, apam dibawa pulang untuk disantap, disimpan, dan dibagikan kepada kerabat di luar dusun.

Baca Juga :  Asal Usul Kue Apem, Benarkan Berasal dari India?

Kue Apang, Penganan Tradisional dalam Ritual Tolak Bala Suku Bugis

Kue “Apang Bugis” atau apem adalah salah satu kue tradisional sarat makna dan biasa disajikan pada upacara penting serta prosesi sakral Suku Bugis, Makassar. Kue ini memiliki makna mendalam yaitu harapan akan kehidupan yang tenteram dan aman.

- Advertisement -

Dalam salah satu ritual Suku Bugis yaitu menre’ bola atau masuk rumah, kue apang disajikan untuk menemani tuan rumah dan para tamu. Ritual ini dilakukan untuk memohon perlindungan dan keselamatan pada penghuni rumah agar terhindar dari gangguan roh jahat.

Dalam buku Pepi AL-Bayqunie yang berjudul “Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki” (dilansir dari goodnewsfromindonesia.id ) kue apang termasuk dalam kudapan khas Bugis yang digunakan dalam ritual Songka’Bala yang dilakukan para bissu di Segeri, Pangkep. Ritual ini termasuk upacara tolak bala dan dilakukan untuk mengusir wabah penyakit yang saat itu melanda Segeri.

Kue apang juga sering disajikan dalam acara Suku Bugis lain, misalnya acara pernikahan dan akikah.

Ritual Batumbang Apam Suku Banjar

Tradisi Batumbang Apam merupakan tradisi bagi anak-anak suku Banjar yang ada di Desa Pajukungan, Kecamatan Barabai, Hulu Sungai Tengah. Batumbang Apam biasanya dilaksanakan dalam dua waktu, yakni setiap bulan 10 Dzulhijjah dan setelah shalat Idul Fitri.

Ritual Batumbang Apam Suku Banjar
Ritual Batumbang Apam Suku Banjar, Budaya Kue Apem

Batumbang Apam dilaksanakan sebagai hajat dari para orang tua kepada sang anak untuk mendapat berkah dari Allah SWT. Harapannya menjadi anak yang baik, soleh dan solehah.

Pada prosesi Batumbang Apam , seluruh orangtua yang mengikutsertakan anaknya pada acara ini membawa kue apam dan sejumlah uang logam. Kue apam tersbut ada yang diletakkan di atas nampan dan ada pula yang ditusukkan pada pelepah kelapa.

Baca Juga :  Asal Usul Jalangkote, Disukai Sejak Abad ke-19

Tinggi pelepah kelapa itu diukur setinggi anak-anak yang bakal mengikuti prosesi Batumbang Apam. Lantaran membawa kue apam pada saat prosesi acara inilah mengapa tradisi ini biasa disebut dengan nama Batumbang Apam.

Setelah itu anak diserahkan kepada kaum masjid. Kaum masjid menggendong sang anak lalu dibawa ke mimbar khatib. Di sini kaum masjid menginjakkan kaki sang anak di tangga mimbar sampai ke atas. Proses ini sambil diiringi doa dan shalawat Nabi.

Kemudian anak dikembalikan kepada orang tuanya. Untuk menutup tradisi ini terlebih dahulu membaca doa-doa. Setelah itu uang logam yang disiapkan tadi dibagi-bagikan kepada warga yang hadir.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa kue apem atau apam merupakan kue legendaris yang banyak memiliki nilai filosofi bagi masyarakat adat di Indonesia, baik dari muasal pembuatan maupun makna ritualnya. Sudah saatnya makanan tradisional seperti kue apem perlu dijaga kelestariannya untuk menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap kearifan lokal. Budaya Kue Apem.

- Advertisement -