Jenis dan Motif Khusus Kain Tenun Ende-Lio
Terdapat berbagai jenis dan motif kain tenun di Ende dan Lio. Setiap jenis memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi motif maupun penggunaannya.
Contohnya, selendang semba untuk pria memiliki motif yang berhubungan dengan status dan ritual adat. Selendang ini dihias dengan pola yang kompleks dan membutuhkan keahlian tinggi untuk membuatnya.
Sarung Lawo Jara Nggaja, kain kebesaran wanita, memiliki motif kuda dan gajah, simbol kekuatan dan kebijaksanaan, yang digunakan dalam upacara adat.
1. Motif Semba
Semba adalah selendang kebesaran yang dikenakan oleh para Mosalaki dan Ria Bewa dalam upacara adat yang sarat dengan ritual. Pembuatannya cukup rumit karena memiliki banyak persyaratan khusus.
Selendang ini terdiri atas dua lembar kain yang dijahit menjadi satu dengan motif yang saling terhubung. Warna dasar semba adalah hitam yang berasal dari pewarna alami nila.
2. Motif Lawo Jara Nggaja
Nama Lawo Jara Nggaja diambil dari motif utamanya, yaitu “Jara Nggaja,” yang berarti kuda dan gajah. Sarung ini berwarna dasar hitam dari nila dan merupakan pakaian kebesaran bagi istri Mosalaki di sekitar daerah pembuatannya.
Sarung ini dipakai dalam upacara adat, dengan aturan pemakaian yang unik: motif kuda dan gajah harus dalam posisi berdiri. Jika terbalik, pemakaiannya dianggap tidak sesuai adat.
3. Motif Lawo Pundi
Motif Lawo Pundi terinspirasi oleh serangga dan binatang melata. Motif ini jarang ditemukan di Kota Ende. Warna dasarnya adalah hitam dari nila, dan desainnya menyerupai bentuk persegi yang diadaptasi dari manik-manik pada kantong pundi kuno. Selain digunakan oleh istri Mosalaki dan tetua adat di Nggela, sarung ini juga dikenakan oleh gadis keturunan Mosalaki untuk menarikan tari Mure.
4. Motif Lawo Soke
Motif Soke terinspirasi oleh bentuk daun sukun (wunu tere) yang berdiri dan menempel pada kain. Nama “Soke” berarti “menancap.” Motif tambahan seperti mata gami lima dan gami telu (mirip sayap lalat) sering disisipkan, dan kain ini disebut Soke Bele Kale. Sarung ini biasanya dipakai oleh pengantin perempuan di daerah tempat pembuatannya.
- Motif Lawo Soke Mata Ria
Lawo ini memiliki motif daun sukun yang besar, sesuai namanya: “Mata Ria” berarti besar. Sarung ini sering dikenakan dalam acara keluarga maupun upacara adat, baik resmi maupun tidak resmi.
- Motif Lawo Soke Mata Lo’o
Berbeda dengan Mata Ria, Lawo Soke Mata Lo’o memiliki motif daun sukun yang kecil (Lo’o berarti kecil). Sama seperti Mata Ria, sarung ini digunakan pada acara keluarga dan adat, tanpa memandang tingkat keformalan.
5. Motif Lawo Nepa Mite
Di masa lalu, terjadi pertukaran budaya antara kerajaan-kerajaan dunia dan para pemimpin di Ende Lio. Salah satu hasilnya adalah motif Nepal yang diadopsi menjadi Lawo Nepa Mite. Sarung ini memiliki warna motif hitam dan putih, dan sering digunakan oleh ibu-ibu Mosalaki dalam upacara adat.
Motif serupa yang diberi benang berwarna kuning dikenal sebagai Lawo Nepa Te’a. Te’a berarti kuning, dan sarung ini biasanya dikenakan oleh perempuan, baik ibu-ibu maupun gadis, dalam berbagai acara.
6. Lawo Nepa Te’a
Lawo Nepa Te’a adalah pengembangan dari Lawo Nepa Mite, di mana semua motifnya sama. Perbedaannya terletak pada warna motif utama yang diberi sentuhan warna kuning (kembo) atau menggunakan benang berwarna kuning sebagai bahan dasarnya.
Nama Lawo Nepa Te’a berarti sarung dengan motif Nepa yang berwarna kuning. Sarung ini biasa dikenakan oleh perempuan, baik ibu-ibu maupun gadis-gadis, dalam berbagai acara.
7. Motif Senai atau Luka
Hampir semua pengrajin perempuan di daerah ini bisa membuat selendang Senai atau Luka, meskipun motifnya bervariasi sesuai daerah masing-masing. Warna dasarnya hitam dari nila. Selendang ini digunakan dalam tarian khas seperti Wanda Pa’u dan upacara resmi. Di Kota Ende dan sekitarnya, Luka biasanya dipakai oleh laki-laki dan disebut Luka Mite, sementara di Lio dikenal sebagai Ragi Mite.
8. Motif Lawo Manu
Lawo Manu memiliki motif utama berupa ayam (manu dalam bahasa setempat). Motif ini sering disisipkan tambahan motif seperti mata gami lima dan gami telu yang menyerupai sayap ayam. Sarung ini biasanya digunakan sebagai pakaian pengantin perempuan di daerah pembuatannya.