Pada periode 1955-1960, gedung kesenian ini mulai diakses oleh masyarakat pribumi. Subsequently, dari tahun 1960 hingga 2000-an, gedung ini diubah menjadi kantor-kantor pemerintahan. Saat ini, Gedung Dewan Kesenian Sulawesi Selatan yang berlokasi di Jalan Riburane No.15 berfungsi sebagai kantor dan ruang seni. Kepemilikan gedung ini dipegang oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.
Dari segi arsitektur, gedung ini memamerkan konsep modern dengan sentuhan campuran. Uniknya, desainnya tidak simetris, dengan satu bangunan yang membentuk huruf L dan menara di sisi timur, menciptakan citra yang memikat dan identitas yang kuat dalam konteks sejarah dan kebudayaan Makassar.
Lokasi |
Jl. Riburane No.15, Pattunuang, Kec. Wajo, Kota Makassar |
Maps |
15. Vihara Ibu Agung Bahari (1738)
Vihara Ibu Agung Bahari, sebelumnya dikenal sebagai Klenteng Thian Ho Kong atau Ma Tjo Poh, menawarkan kisah panjang dan perubahan yang mengesankan. Vihara ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu.
Menurut jurnal Universitas Hasanuddin berjudul ‘Vihara Ibu Agung Bahari (Identifikasi Lokasi dan Analisis Nilai Penting) ‘, klenteng ini awalnya didirikan pada tahun 1738. Prasasti di klenteng mencatat sejarahnya yang panjang, pernah berdiri selama sekitar 100 tahun di Hoogepad (kini Jalan Ahmad Yani).
Perubahan signifikan terjadi pada tahun 1997 ketika klenteng mengalami pembakaran selama peristiwa pemberangusan etnis Tionghoa. Sebagian besar bangunan hancur, hanya menyisakan bagian gerbang dan dinding sayap kiri. Akibatnya, sebagian etnis Tionghoa beralih kepercayaan menjadi agama Buddha, dan klenteng ini bertransformasi menjadi Vihara Ibu Agung Bahari.
Vihara ini masih berfungsi sebagai pusat tempat ibadah umat Buddha hingga saat ini. Dalam sejarahnya, bangunan ini telah mengalami pemugaran sebanyak tiga kali pada tahun 1805, 1831, dan 1867.
Klenteng ini dibangun untuk memuja dewi Ma Tjo Poh sebagai pelindung dan penyelamat di laut. Sebagai peninggalan sejarah yang berharga, Vihara Ibu Agung Bahari dilindungi oleh UU No. 11 Tahun 2010, dengan nomor register 342 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat.
Struktur bangunan Klenteng ini terdiri dari empat bagian: halaman dan gapura utama di bagian depan, unit utama dengan teras atas, bagian tengah, dan bagian dalam, serta kamar yang saling terhubung di bagian kiri. Ruang sembahyang terletak di ujung belakang, menciptakan ruang yang penuh spiritualitas dan bersejarah.
Lokasi |
Terletak di kawasan Pecinan, Jalan Sulawesi, Kelurahan Pattunuang, Kecamatan Wajo, Makassar. |
Maps |
16. Rumah Jabatan Gubernur Sulsel (1935)
Rumah jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, sebagai bagian dari warisan sejarah Makassar, menciptakan gambaran tentang keanggunan dan fungsionalitas bangunan ini. Didirikan pada tahun 1935, rumah jabatan ini menjadi saksi bisu bagi berbagai peristiwa sejarah yang melintasi zaman.
Bangunan ini awalnya dihuni oleh Gubernur Belanda Haze Winkelman hingga tahun 1942, sebelum kemudian menjadi tempat tinggal untuk gubernur-gubernur berikutnya yang memimpin Sulawesi Selatan.
Arsitektur rumah jabatan mencerminkan gaya modern dengan sentuhan khas bangunan tropis yang mencolok. Keaslian gaya modern terlihat pada konstruksi sederhana tanpa hiasan berlebihan, sementara cirinya sebagai bangunan tropis tercermin dari banyaknya pintu, jendela, dan ventilasi yang melibatkan hampir seluruh dinding eksterior.
Sejak awal pendiriannya, Rumah Jabatan Gubernur Sulsel telah mengalami tiga kali perbaikan yang mencakup pembangunan rumah ajudan pada tahun 1960, penambahan ruang unduk pada tahun 1974, dan ekspansi dengan penambahan ruang staf, dapur, serta garasi. Dengan luas areal sebesar 2,90 ha, bangunan ini kini menjadi milik Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan.
Lokasi |
Jalan Sungai Tangka No.31, Sawerigading, Kecamatan Ujung Pandang. |
Maps |
17. Gereja Katedral Makassar (1898)
Gereja Katolik Hati Yesus Yang Maha Kudus (GKHYYK) atau Gereja Katedral di Makassar memancarkan pesona sejarahnya. Gereja ini bukan hanya tempat ibadah tetapi juga suatu keajaiban arsitektur yang menggabungkan keanggunan klasik dengan sentuhan gotik yang unik.
Didirikan pada tahun 1898, Gereja Katedral Makassar memiliki keistimewaan sebagai gereja tertua di wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Meskipun telah melalui renovasi dan perluasan, gereja ini tetap mempertahankan sebagian besar bentuk aslinya.
Lokasinya yang strategis, bersebelahan dengan Lapangan Karebosi di sisi barat, menjadikannya mudah dijangkau oleh masyarakat dan wisatawan yang ingin mengagumi keindahannya atau beribadah.
Gaya bangunan klasik dengan corak gotiknya memberikan ciri khas tersendiri pada jendela, pintu, dan atap yang melengkung. Hal ini merupakan pengaruh jelas dari masa kolonial Belanda. Gereja Katedral tidak hanya menjadi tempat ibadah yang sakral tetapi juga destinasi wisata yang menarik, menawarkan perpaduan antara keagungan sejarah dan kecantikan arsitektur yang timeless.
Lokasi |
Jalan Kajaolalido No.14, RT.001/RW.03, Baru, Kecamatan Ujung Pandang |
Maps |