Tari Gandrang Bulo merupakan tari tradisional asal Sulawesi Selatan. Berbeda dengan kesenian lain, Kesenian ini (Tari Gandrang Bulo) menggabungkan tarian, musik dan teater menjadi satu pertunjukkan.
Kata Gandrang memiliki arti tabuhan atau gendang. Sedangkan kata Bulo memiliki arti bambu. Sehingga Tari Gandrang Bulo secara harfiah memiliki arti tarian yang diiringi oleh tabuhan gendang dan bambu sebagai instrumen utama.
Tarian ini juga bisa disebut dengan Gandrang Bulo Lolo Gading, di mana Lolo Gading merupakan jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik mengiringi tarian ini. Oleh masyarakat Sulsel, jenis bambu ini juga disebut dengan nama Bulo Batti.
Karena pementasannya yang penuh dengan canda tawa, lucu dan menghibur, Tari Gandrang Bulo pun jadi terkenal. Namun sebenarnya, tarian ini memiliki pesan dan makna yang mendalam lho.
Sejarah Tari Gandrang Bulo
Berdasarkan catatan sejarah, Tari Gandrang Bulo telah muncul sejak zaman raja-raja Gowa. Pada masa tersebut, tarian ini disebut juga dengan Tari Gandrang Bulo klasik. Namun ketika penjajah mulai memasuki Sulawesi Selatan, tarian ini pun mulai berevolusi.
Pada zaman penjajahan, rakyat dibuat menderita atas berbagai tindakan sewenang-wenang para penjajah. Rakyat kerap dipekerjakan dengan tidak adil dan diperlakukan kasar.
Namun di sela-sela waktu istirahat, para pekerja tersebut mencoba menghibur diri dengan menyanyikan lagu jenaka. Sesekali mereka menirukan gerakan-gerakan tentara penjajah yang dibuat lucu sekaligus mengejek.
Sering pula disisipi dengan dialog-dialog spontan. Ekspresi tersebut diluapkan sebagai bentuk sindiran atas ketidakadilan. Penarinya akan membuat lingkaran dan gerakan-gerakan lucu itu dilakukan secara bergantian.
Munculnya tarian ini adalah bentuk perjuangan para seniman pada zaman penjajahan. Karena sarat makna sekaligus menghibur, tarian ini pun semakin berkembang dan menarik minat masyarakat luas. Di zaman penjajahan tersebut, kesenian ini disebut Gandrang Bulo 1942.
Perkembangan Tari Gandrang Bulo
Seiring dengan perkembangan zaman, Tari Gandrang Bulo juga digunakan sebagai media penyampaian kritik sosial. Di dalam pementasan diselipkan unsur percakapan yang membahas mengenai isu sosial politik hingga budaya.
Supaya bisa lebih diterima oleh penontonnya, pementasan dikemas dalam suasana yang lucu dan menghibur. Penari pun harus tampak bahagia.
Dahulu Tari Gandrang Bulo hanya dipentaskan oleh orang dewasa. Namun kini bisa juga dipentaskan oleh anak-anak.Â
Untuk pementasan anak-anak, mereka lebih banyak menggunakakan kreasi gerakan yang lincah dan mengundang canda tawa. Diantaranya adalah gerakan menggendong teman dari belakang, menirukan monyet dan vampir, hingga mengadu badan. Bisa juga dengan membentuk formasi piramida dan perahu di atas laut. Riasan kumis dan jenggot palsu pun membuat tampilan anak-anak ini semakin kocak.
Tarian ini biasa diselenggarakan dalam acara pernikahan, penyambutan tamu maupun acara pembukaan berskala lokal dan nasional. Karena keunikannya, Tari Gandrang Bulo pun kerap dipentaskan di festival mancanegara.
Biasana Tari Gandrang Bulo dipentaskan oleh banyak orang, dengan kisaran 14 orang penari. Dalam tarian ini penari diberikan ruang improvisasi yang sangat besar. Tidak ada formasi khusus dalam tarian ini.
Namun penari harus kompak dengan irama gendang dan kecapi. Tempo musik cenderung cepat, dengan lagu bersyair bahasa Makassar. Lagu yang biasa mengiringi tarian ini ialah Battu Rate Ma Ri Bulang. Namun bisa disesuaikan pula dengan segmentasi tarian.
Tari Gandrang Bulo masih lestari hingga kini, bahkan telah menjadi kesenian turun temurun. Seniman Tari Gandang Bulo bisa kita temui di Paropo, Makassar. Daerah Paropo ini memang lekat kaitannya dengan Tari Gandrang Bulo, mengingat hanya di daerah inilah jenis bambu bulo batti bisa ditemukan.
Bambu ini merupakan jenis bambu original yang digunakan dalam pementasan Tari Gandrang Bulo. Namun sayangnya, jenis bambu tersebut kini tak ditemukan lagi.