Spiritualisme
Konsep mengenai tanah, manusia dan lingkungan alam mempunyai arti yang intergral dalam kehidupan sehari-hari. Tanah digambarkan sebagai figure seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati.
Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat.
Magaboarat Negel Jombei-Peibei (tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka), demikian suku Amungme menyebut tanah leluhur tempat tinggal mereka.
Beberapa model kepemimpinan suku Amungme yaitu menagawan, kalwang, dewan adat, wem-wang, dan wem-mum, untuk menjadi pemimpin tidak ditentukan oleh garis keturunan, seorang pemimpin dapat muncul secara alamiah oleh proses waktu dan situasi sosial serta lingkungan ekologis yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan tradisonal pada tingkat budaya mereka sendiri.
Kontak Pertama dengan Dunia Luar
Kontak pertama dengan dunia luar terjadi pada tahun 1936 ketika ekpedisi Carstensz yang pimpinan Dr. Colijn cs, melalui misi katolik pada 1954 yang dipimpin oleh Pastor Michael Cammerer dibantu penduduk lokal bernama Moses Kilangin dan pemerintah Belanda, sebagian besar masyarakat Amungme dipindahkan ke daerah pesisir, di Akimuga sampai saat ini, alasan pemindahan disebabkan proses penyebaran agama dan pelayanan terhadap masyarakat Amungme tidak mungkin dilakukan di daerah pegunungan.
Konflik
Suku Amungme sangat terikat kepada tanah leluhur mereka dan menganggap gunung sebagai sesuatu yang sacral. Gunung yang dijadikan pusat penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi.
Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang/ perdamaian). Suku Amungme memiliki sebuah lembaga adat bernama Lemasa (Lembaga Adat Suku Amungme) yang memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat Amungme.