Sentuhan pada bagian dada memiliki makna filosofis yang mendalam, melambangkan sifat alamiah wanita dan pria agar kelak di kemudian hari mereka senantiasa bersifat lembut, penyayang, dan sabar dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Tindakan ini juga memuat harapan bahwa hubungan rumah tangga yang dibangun akan dijalani dengan rasa cinta dan saling percaya antara suami dan istri.
Sentuhan Bagian Dahi
Tradisi Mappasikarawa dengan sentuhan pada bagian dahi mempelai wanita, yang melambangkan ketaatan dan kepatuhan seorang istri kepada suaminya. Makna filosofis di balik sentuhan ini adalah harapan bahwa dalam kehidupan keluarganya, sang istri akan tunduk dan patuh pada perkataan suaminya.
Bahkan jika kelak sang istri mendapatkan pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi dari suaminya, diharapkan ia akan selalu menghargai dan menghormati suaminya. Sebaliknya, suami diharapkan juga berkomitmen dan bertanggung jawab dalam menafkahi serta membahagiakan istri.
Sentuhan pada dahi juga mengandung harapan bahwa kedepannya sang istri tidak akan durhaka, berkhianat, sombong, atau merasa tinggi hati terhadap suaminya.
Sentuhan Bagian Perut
Sentuhan mempelai pria pada bagian perut mempelai wanita dalam tradisi mapasikaraw melambangkan tanggung jawab seorang suami untuk menafkahi seluruh keluarganya, karena di dalam perut terdapat nyawa.
Oleh karena itu, seorang suami bertanggung jawab penuh untuk mencari nafkah agar kebutuhan hidup keluarganya terpenuhi.
Sentuhan pada Ubun-ubun
Simbol lainnya juga terdapat pada sentuhan laki-laki pada ubun-ubun mempelai wanita. Pada saat ini, pappasikarawa akan membimbing mempelai pria untuk menyentuh ubun-ubun mempelai wanita menggunakan ibu jarinya.
Ubun-ubun merupakan simbol kasih sayang, rasa hormat, dan perlindungan. Menyentuh ubun-ubun menggambarkan harapan bahwa suami akan memberikan seluruh kasih sayangnya kepada istrinya, dan sebaliknya, istri juga akan memberikan kasih sayangnya kepada suaminya.
Tahapan Prosesi Mappasikarawa
Setelah prosesi ijab kabul, mempelai laki-laki akan dipandu untuk masuk ke dalam kamar. Tahapan ini menandai awal dari pelaksanaan Mappasikarawa, yang kemudian akan melibatkan serangkaian tindakan simbolis yang memperkuat ikatan antara kedua mempelai.
Tahap pertama dimulai dengan mempelai pria yang diantar ke rumah mempelai wanita, yang disebut mappaenre botting urane. Setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan ijab kabul dan pembukaan pintu yang disebut pattimpa tange’.
Selanjutnya, dalam tahap pelaksanaan Mappasikarawa, kedua mempelai melakukan tradisi pembatalan wudhu yang dipimpin oleh pappasikarawa, orang yang dituakan. Mempelai pria menyentuh mempelai wanita untuk menandai status pernikahan mereka, yang diyakini oleh masyarakat Bugis dapat mempengaruhi keberhasilan keluarga mereka.
Kemudian, mereka didudukkan berhadapan untuk mengikuti tradisi mappasikarawa. Pappasikarawa memegang ibu jari mempelai pria dan mempertemukan dengan ibu jari mempelai wanita.
Kemudian, mereka saling menusuk kuku lawan selama 5 detik, kemudian ibu jari mempelai pria diarahkan ke telapak tangan mempelai wanita. Prosesi diakhiri dengan pembacaan doa ke telinga mempelai pria, yang kemudian dibacakan kepada mempelai wanita.
Tahap terakhir adalah ketika tradisi mappasikarawa selesai, indo’ botting, ibu yang dituakan dalam keluarga mempelai wanita, menuntun kedua mempelai keluar kamar. Hal ini dilakukan untuk menyalami orang tua di keluarga mempelai wanita (mamatoa’) dan meminta doa restu.