Rumah adat Langkanae Luwu dan Filosofinya

Bentuk rumah adat di Sulawesi Selatan, khususnya di wilayah Luwu, umumnya adalah rumah panggung, yang bukan hanya merupakan bangunan, tetapi juga simbol budaya masyarakat setempat.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Dalam budaya Luwu, rumah panggung dianggap memiliki pim posi’ atau posi bola, yang merupakan tiang-tiang utama. Konsep ini mencerminkan keyakinan bahwa setiap tindakan harus dimulai dengan permintaan izin pada pim posi’. Rumah adat Luwu, yang dikenal sebagai “Langkanae,” memiliki bentuk berbentuk persegi empat yang mencerminkan empat unsur penting: tanah, api, air, dan angin.

Dalam kepercayaan mereka, keempat unsur ini harus seimbang dan saling terhubung, mirip karakteristik dalam diri manusia, yaitu kesabaran, amarah, kekuatan, dan keserakahan. Mereka meyakini bahwa keempat unsur ini harus dihormati dalam kehidupan sehari-hari.

Rumah adat Langkanae memiliki tiga tingkatan yang membentuk “segi empat” dan bentuk belah ketupat. Tiga tingkatan ini mewakili tiga dunia dalam pandangan manusia: dunia atas (botting langi’), dunia tengah (ale bola), dan dunia bawah (awa bola).

- Advertisement -

Rumah Langkanae terdiri dari tiga bagian: kolong (sullu), ale bola (rumah utama), dan palandoang/rakkeang (loteng). Kolong digunakan sebagai tempat beristirahat, ale bola adalah tempat tinggal yang terdiri dari beberapa ruangan termasuk ruang raja, permaisuri, penyimpanan benda pusaka, dan ruangan pejabat. Palandoang/rakkeang digunakan untuk menyimpan padi, anak gadis, dan kucing.

Tangga (sapana) adalah simbol penting dalam rumah adat. Tangga harus memiliki jumlah anak tangga yang ganjil, yang melambangkan kehidupan karena hanya makhluk hidup yang akan tinggal di rumah tersebut.

Sebelum memasuki Langkanae, ada gerbang bernama tabu-tabuang, yang terdiri dari tiga tipe susunan (timpa laja). Ini adalah simbol bahwa semua orang dari berbagai lapisan masyarakat boleh berkunjung ke rumah adat ini.

- Advertisement -

Jumlah tabu-tabuang yang dibuat oleh tuan rumah menunjukkan siapa yang boleh menghadiri acara tersebut; satu tabu-tabuang hanya untuk keluarga terdekat, sedangkan dua tabu-tabuang dibuka untuk masyarakat Luwu.

Baca Juga :  Asal Usul dan Makna Hewan Kurban pada Tradisi Megalitik Suku Tengger

Pada masa lalu, hanya orang bangsawan yang boleh memasuki Langkanae, tetapi sekarang siapa pun diperbolehkan berkunjung. Kolong atau awa bola digunakan sebagai tempat istirahat bagi pengunjung.

- Advertisement -