Macce’do Mayang
Prosesi mengisi Tuak manis ke dalam teko yang terbuat dari bambu kemudian disiramkan ke daun pisang sedikit, dan sisanya diminum. Doa yang dipanjatkan sama dengan prosesi ma’jaga bulan.
Tujuannya untuk keselamatan dalam pelaksanaan ritual adat maccera manurung baik pemangku adat maupun masyarakat.
Ma’jaga Bulan
Prosesi ini dimulai 3 bulan sebelum Maccerang Manurung, setiap hari jumat sampai 3 bulan yang dihitung berdasarkan penghilatan bintang di langit.
Tujuannya ialah untuk mengetahui penanggalan   berdasarkan khoroskop tata letak bintang agar pelaksanaan ma’cera manurung dapat dilaksanakan tepat waktu.
Ma’ Peong di Bubun Nase
Dalam prosesi Mappeong ini di siapkan beberapa macam makanan diantaranya         pisang, ketupat, telur ayam, pinang, daun sirih, beras pulut yang di masak di dalam batang bambu atau warga setempat mengenalnya dengan nama Lemmang.
Sesajian ini digabung dalam satu wadah dengan dialasi daun waru, kemudian sesajian tersebut dibagikan kepada para tokoh adat yang merupakan keturunan dari puang Kamummu. Mappeong dila ksanakan di Bubun Nase.
Warga setempat meyakini Mappeong sebagai pemberian persembahan kepada leluhur ini, di berikan sebagai ungkapan rasa syukur atas rezki yang telah diperoleh masyarakat selama delapan tahun.
Masso’ Di Gandang
Setelah salat jumat, perangkat pelaku adat berangkat dari mesjid ke sapo menuju lapangan Datte-Datte di pelataran mesjid. Setelah itu gandang dikeluarkan dari dalam mesjid untuk dijemur sebentar di atas batu, sehabis shalat jumat barulah gandang diangkat dan digantung oleh Pande Gandang.
Ayam bolong dibawa dari sapo, ayam Paso mane disembelih oleh Pasojao gandang. Setelah disembelih, gandang diso, di (pemuku lan 1 gendang) sebagai tanda peresmi an pembukaan acara macce’ra manur ung. Gandang Juma’ 3 x , Gandang diji’jo,          Baramba Parindi’, Lomba, Buttu Beke dan Gandang Sial.
Warga percaya kayu-kayu tersebut memiliki keampuhan mengobati berbagai macam penyakit. Ritual menabuh gendang tua yang dianggap keramat itu dilakukan pada hari jumat.
Liang Wai
Mengeluarkan air dari pusat bumi. Mereka melakukan ritual ini di awali dengan berdoa di sebuah lubang sumber mata air yang terletak di tengah hutan yang ketinggiannya mencapai 1.000 Meter di atas permukaan laut. Saat mereka berdoa, air tersebut akan memancar keluar dari lubangnya.