Peresean, Tradisi Suku Sasak yang Tak Tergoyahkan Zaman

Peresean adalah simbol kesatria dari masa lalu nenek moyang suku sasak. Tumbuh tanpa tergoyahkan zaman. Lalu diturunkan kepada Pepadu-pepadu itu menjadi pemberani, berjiwa pantang mundur menghadapi kesukaran. 

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Tradisi Peresean adalah simbol kesatria dari masa lalu nenek moyang suku sasak. Tumbuh tanpa tergoyahkan zaman. Lalu diturunkan kepada Pepadu-pepadu itu menjadi pemberani, berjiwa pantang mundur menghadapi kesukaran.

Peresean mempertujunkan pertarugan dua lelaki kesatria yang dipersenjatai tongkat rotan dan perisai. Peresean ini dulunya merupakan luapan emosional para raja dan para prajurit di masa lampau setelah memenangkan pertempuran di medan perang atau tanding melawan musuh-musuh kerajaan.

Selain itu Peresean ini juga merupakan media untuk para petarung dalam menguji keberanian, ketangguhan dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Tradisi peresean ini tidak diperuntukkan untuk perempuan karena yang terlibat dalam peperangan pada masa lampau adalah para laki-laki.

- Advertisement -

Dalam pertarungan tersebut terdapat dua orang petarung yang disebut dengan Pepadu dan tiga orang wasit yang mengatur jalannya pertandingan. Salah satu wasit yang mengawasi jalannya pertandingan disebut dengan Pakembar Tengah, dan wasit yang memilih para Pepadu disebut Pakembar Pinggir.

Tradisi Peresean biasanya dilakukan di tempat yang lapang seperti lapangan, dengan tujuan agar ruang gerak para petarung tidak sempit dan para penonton juga bisa menyaksikan. Dalam tradisi peresean setiap pepadu harus memiliki tiga sifat, yaitu wirase, wirame dan wirage. Wirase merupakan cara pepadu dalam menggunakan perasaannya, hatinya ketika akan bermain peresean.

Wirame adalah suatu bentuk gerakan seperti menari yang dilakukan oleh pepadu agar mampu menghindari rasa tegang dan menjadi cara untuk mempengaruhi lawan. Dan Wirage adalah kondisi raga atau fisik yang kuat agar mampu menghadapi lawan. Selain itu juga harus memperhatikan awiq-awiq atau aturan yang berlaku dalam kegiatan tradisi presean.

- Advertisement -

Tradisi peresean dilakukan dalam lima ronde dengan durasi tiga menit setiap rondenya. Sebelum pertandingan dimulai, Pepadu akan diberikan instruksi dan doa agar pertandingan berjalan lancar. Setelah itu wasit atau pakembar akan memukul ende dengan rotan sebagai tanda pertarungan dimulai.

Baca Juga :  Popokan, Tradisi Melempar Lumpur di Jawa Tengah

Sebelum pertarungan dimulai para pepadu harus paham aturan-aturan dalam tradisi peresean, diantaranya Pepadu tidak boleh memukul badan bagian bawah seperti paha atau kaki, tapi Pepadu diperbolehkan memukul bagian atas seperti kepala, pundak atau punggung.

Setiap pukulan tersebut memiliki nilai masing-masing, dan pemenang dalam Peresean ini ditentukan dari nilai yang diperoleh setiap rondenya. Selain itu para Pepadu tersebut dinyatakan kalah apabila sudah menyerah atau berdarah.

- Advertisement -