Terletak di jantung kota, Glodok mudah diakses oleh siapa pun. Bagi yang ingin bertandang, cukup naik TransJakarta dan turun di Halte Glodok. Waktu terbaik untuk datang? Pagi hari. Saat matahari masih bersahabat dan para pedagang baru saja membuka lapak, suasana lebih lengang dan nyaman untuk dijelajahi.
Bagi para penggemar fotografi, kawasan ini adalah surga yang menjanjikan. Bayangkan potret street photography dengan latar belakang bangunan tua, aktivitas masyarakat, dan nuansa budaya yang kaya.
Menelusuri Gang Petak Sembilan, semilir bau hio menyambut langkah kaki. Di sepanjang jalan, berdiri anggun Vihara Dharma Bhakti, Vihara Kai Zhang Sheng Wang Miao, Klenteng Toa Se Bio, Klenteng Fat Cu Kung Bio, serta Gedung Candra Naya yang megah dan Gereja Santa Maria yang sejuk.
Tempat-tempat ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu sejarah panjang Jakarta. Tidak ada tiket masuk, tetapi etika tetap dijaga: lepas sepatu, jaga ketenangan, dan hormati mereka yang sedang bersembahyang.
Tak jauh dari sana, aroma kopi klasik memanggil dari Gang Gloria, Jalan Pancoran. Kedai Kopi Es Tak Kie berdiri sejak 1927, dan hingga kini tetap menjadi tempat yang ramai dikunjungi. Rasanya otentik, tempatnya sederhana, tapi kisahnya panjang. Bila ingin pengalaman yang lebih tenang dan tradisional, mampirlah ke Pantjoran Tea House.
Selain menyajikan menu Chinese khas, delapan teko teh gratis yang diletakkan di depan restoran siap menyambut siapa saja yang ingin melepas dahaga. Sederhana, tapi hangat—begitulah cara tempat ini menyapa.
Namun kisah Pecinan di Jakarta tidak berhenti di Glodok. Sekitar kawasan lain, ada pula Jembatan Lima—pecinan yang dikenal sebagai ‘Singkawang kecil’ di ibu kota. Di sini, mayoritas warga berasal dari Kalimantan Barat, terutama Singkawang.
Dulu, tempat ini adalah rawa-rawa yang dipenuhi pohon kelapa, bambu, jati, dan semak-semak liar. Lima jembatan melintasi sungai di kawasan ini, menghubungkan kampung demi kampung. Dari sinilah nama “Jembatan Lima” berasal.
Kini, Jembatan Lima menjelma menjadi surga kuliner khas Kalimantan. Di Jalan Krendang, pengunjung bisa menemukan ragam makanan khas seperti nasi campur Pontianak, bubur Singkawang dengan berbagai topping, bakso Pontianak, hingga roti srikaya yang menggoda.
Gerai-gerai di sini pun beragam, dari yang masih memakai meja plastik sederhana hingga yang lebih modern. Tak hanya makanan, pecinaan jakarta juga menyuguhkan warna budaya yang kaya—dialek Singkawang yang mulai bercampur dengan logat Betawi menjadi salah satu bukti menarik dari asimilasi yang berlangsung alami.
Tak sekadar tempat wisata, tapi juga ruang untuk mengenal siapa kita, dan dari mana kota ini bertumbuh. Dan menjelang Tahun Baru Imlek, semuanya berpadu menjadi sebuah perayaan yang tak hanya indah, tetapi juga penuh makna. Pastikan kamu tak melewatkannya—sebuah perayaan budaya yang hanya datang sekali dalam setahun, tetapi meninggalkan kesan seumur hidup.