Namun kemudian setelah pindah ke sawah yang lain, ternyata mendung dan kilat pun juga berpindah dan menghujani sawah tempat Ki Ageng Selo tersebut bekerja. Seakan mendung, petir dan hujan mengikuti kemana Ki Ageng Selo bekerja. Dan kemudian terjadilah pertempuran antara Ki Ageng Selo dan petir yang terus mengancam dan seakan menyambar ke kepala Ki Ageng Selo.
Ki Ageng Selo pun melawan petir tersebut sambil tetap berdiri tegak di tengah sawah sambil mengacungkan dan menunjukkan tangannya ke arah bledeg atau petir yang mengamuk tersebut.
Petir itu yang mangamuk itu pun kemudian menyambar Ki Ageng Selo dengan suara yang memekakkan telinga, Ki Ageng Selo seakan tersambar.
Ada beberapa murid Ki Ageng Selo yang menyaksikan kejadian tersebut dan menyangka bahwa Ki Ageng Selo tidak akan selamat atau hancur berkeping-keping karena sambaran petir tersebut. Namun mendadak murid tersebut terbelalak matanya demi menyaksikan sesuatu yang sangat mengejutkan.
Tubuh Ki Ageng Selo sama sekali tidak terluka sedikitpun dan bahkan nampak Ki Ageng Selo mengikat sesuatu yang sangat besar dengan damen (gagang padi kering) yang diikatkan pada pohon Gandri.
Peristiwa yang luar biasa tersebut kemudian cepat tersiar dan pada akhirnya sampai juga kepada pihak Istana Demak. Ahirnya utusan dari Demak meminta tangkapan Ki Ageng Selo tersebut di bawa ke Demak.
Kemudian bledeg tersebut dibawa ke Demak dan Ki Ageng Selo juga mempersilahkan para prajurit tersebut. Sesampainya di Demak, bledeg tersebut kemudian langsung dibawa ke Masjid Demak dan banyak masyarakat yang turut menyaksikan bledeg tersebut.
Setelah beberapa waktu, kemudian diperintahkan juru lukis untuk menggambar bledeg tersebut. Namun ternyata, menggambar bledeg bukanlah pekerjaan yang semudah yang dibayangkan.
Konon kabarnya, bledeg yang dilukis tersebut selalu menampakkan bentuk yang berbeda-beda setiap waktu. Namun pada akhirnya sang pelukis mampu melukis bledeg tersebut dan masih diselesaikan pada bagian kepalanya saja.
Sayang setelah bagian kepala selesai, datang seorang perempuan tua yang membawa tempurung kelapa yang berisi air yang kemudian disiramkan ke arah bledeg tersebut. Kemudian meledaklah bledeg tersebut disiram perempuan tua tersebut, dan perempuan tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi seorang berjubah putih dan hilang begitu saja.
Menurut kisah yang beredar, laki-laki berjubah putih tersebut adalah Ki Ageng Selo sendiri. Karena dia ternyata tidak tega melihat bledeg tangkapannya tersebut dijadikan sebagai tontonan orang banyak.
Meski pada awalnya bledeg tersebut mengancam nyawanya, namun Ki Ageng Selo melepaskannya karena merasa kasihan. Nah, lukisan yang masih selesai pada bagian kepala itulah yang kemudian dijadikan sebagai hiasan pintu utama Masjid Demak saat itu.
Namun kisah sejarah pintu bledeg yang lain adalah bahwa pintu petir tersebut hanyalah sebuah kiasan. Kiasan yang melambangkan nafsu dan angkara murka yang ada pada setiap manusia. Sehingga, sebelum anusia melaksanakan salat dan mendekatkan diri pada Ilahi, harus bisa menghilangkan sifat jahat dan angkara yang dilambangkan dengan bledeg tersebut.