Diketahui bahwa Toraja terkenal akan budayanya yang beragam, yang dimana di dalamnya masih terdapat tradisi/ritual yang masih dibawa sampai sekarang seperti, Ma’badong, Ma’ondo, Ma’nene’, Sisemba’, Ma’parampo dan masih banyak tradisi lainnya.
Tapi tahukah kamu, ada satu tradisi yang bahkan masyarakat Toraja masih banyak yang tidak mengetahuinya. Penyebab tradisi yang satu ini jarang diketahui oleh orang banyak dikarenakan hanya orang tertentu saja yang dapat melakukannya.
Ritual ini dilaksanakan jika yang meninggal masih menganut paham Aluk Todolo atau Alukta (kepercayaan asli suku Toraja) dan diupacarakan sesuai dengan ritual asli Aluk Todolo, selama ritual berlangsung Keluarga tidak diperbolehkan makan nasi (maro’) dan hanya mengkonsumsi buah yang direbus seperti pisang dan ubi kayu dan sudah beranak cucu dua turunan.
Prosesi Ma’parando dilakukan dengan cara anak maupun cucu mengelilingi rumah tongkonan Toraja tempat jenasah sebanyak 3 kali dengan membawa api atau obor.
Pada malam terakhir sebelum jenazah dikuburkan diadakan persiapan untuk satu acara khusus yang disebut acara Ma’parando, dimana semua cucu almarhum yang sudah gadis, diarak pada malam hari, duduk diatas bahu laki-laki dengan perhiasan semacam pakaian penari yang terdiri dari perhiasan emas, goyang dan kandaure.
Mereka dibawa keliling rumah tiga kali tempat jenasah berada dengan memakai obor. Ritual ini akan berlangsung selama lima malam. Seluruh anggota keluarga berpantang tidak makan nasi selama ritual berlangsung. Tujuannya agar arwah dari jenasah diterima disini tuhan.
Penyebab lain tradisi ini jarang terekspose ke publik dikarenakan sudah jarang dari penduduk masyarakat Toraja yang masih memeluk agama asli Toraja serta memiliki cucu dua lapis yang dimana kebanyakan masyarakat Toraja sudah didominasi oleh agama Kristen dan Islam.
Oleh karena itu, pantas saja jika banyak orang yang tidak mengenal tradisi yang satu ini karena memang tidak sembarang dilakukan dan hanya berlaku pada penganut agama asli Toraja.