Arya Banjar Getas juga menggunakan strategi politik dengan menyerahkan keris-keris pusaka kepada raja Pejanggik sebagai tanda kesetiaan dan loyalitas, yang kemudian ditukarkan dengan keris pusaka masing-masing prakanggo. Ini memperkuat solidaritas di dalam kerajaan Pejanggik.
Keberhasilan Arya Banjar Getas dalam melaksanakan strategi-strategi ini langkah demi langkah disebut Politik Rerepeq. Meskipun kerajaan Pejanggik menjadi lebih solid dan kuat, langkah-langkah yang diambil oleh Arya Banjar Getas dianggap merombak tatanan hubungan tradisional yang sudah berlangsung turun-temurun.
Keruntuhan Kerajaan Selaparang
Pemban Mas Komala Kusuma, yang naik tahta pada generasi ke sembilan, mungkin lebih dikenal sebagai seorang ayah yang peduli daripada seorang raja yang berprestasi dalam membawa kemajuan bagi kerajaan Pejanggik.
Beliau sering kali memperingatkan putranya, Meraja Kusuma, tentang ancaman yang dihadapi oleh Pejanggik dari kerajaan Selaparang. Perhatiannya terhadap putranya tampak jelas ketika beliau mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengaruh Arya Sudarsana, patih yang membawa 33 keris sebagai tanda kesetiaan dan kesiapan untuk mengabdi pada kebesaran Pejanggik.
Setelah terjadi peristiwa melamar Putri Kentawang, Arya Banjar Getas dan Pemban Mas Meraja Kusuma memiliki keinginan yang sama untuk mempersuntingnya. Namun, dalam situasi tersebut, Arya Banjar Getas berhasil membuat laporan bahwa Putri Kentawang tidak cocok bersanding dengan raja. Laporan tersebut diterima dengan baik sehingga Putri Kentawang diserahkan kepada Arya Banjar Getas.
Namun, setelah perkawinan Arya Banjar Getas dengan Putri Kentawang, raja Pejanggik melihat Putri Kentawang dan jatuh cinta padanya. Pemban Mas Meraja Kusuma kemudian mengutus Arya Banjar Getas untuk menjalankan misi tertentu.
Saat Arya Banjar Getas pergi, raja Pejanggik hampir saja menodai Putri Kentawang. Kejadian ini kemudian dilaporkan oleh Putri Kentawang kepada suaminya, Arya Banjar Getas.
Mendengar hal tersebut, Arya Banjar Getas sangat marah. Perselisihan dan pemberontakan pun pecah pada tahun 1692 M. Dalam pemberontakan tersebut, Arya Banjar Getas meminta bantuan dari kerajaan Karangasem Bali, sehingga kerajaan Pejanggik dapat dikalahkan. Raja Pejanggik ditawan, diasingkan, dan akhirnya meninggal dunia di Ujung Karangasem. Para bangsawan banyak yang melarikan diri ke Sumbawa.
Serangan dari Karangasem tidak hanya terbatas pada kerajaan Pejanggik, tetapi juga meluas ke kerajaan Parwa, Sokong, Langko, dan Bayan. Semua kerajaan tersebut menyerah tanpa perlawanan yang berarti. Dengan bersekutu dengan Arya Banjar Getas, Anak Agung Karangasem berhasil menaklukkan satu persatu kedemungan di seluruh Lombok.