Ka Sa’o, Upacara Mambangun Rumah Adat Ngada

Masyarakat Ngada menyakini bahwa kehidupan di dunia fana, tidak terlepas dari keberadaan leluhur. Keyakinan itu tercermin dari budaya, maupun rumah dan kampung mereka. 

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Ketika satu keluarga memutuskan untuk membongkar, keluarga itu telah mampu untuk membangun rumah baru. Nah, kemampuan itulah yang digambarkan dengan, kemapanan-kemapanan rumah itu. Semakin dewasa, dilukiskan dengan ukiran-ukiran yang ada di rumah. Ukiran-ukiran yang terdapat di dinding rumah, juga merupakan simbol dari tahapan daur hidup Sa’o atau rumah.

Bukan sekadar diukir di dinding. Namun saat rumah telah dibongkar total, dan dibangun dengan bahan yang baru, salah satu bagian akan diukir sebelum dipasang menjdi rumah.

Tiap ukiran juga memiliki makna dan simbol khusus. Sa’o yang sudah tua, harus diukir. Kalau jenis ukirannya, ada Lege Telu yang melambangkan bahwa ada bapak, ibu, anak. Lalu ada ukiran Ada Ulu Pali yang ukirannya berbelok-belok yang ujung-ujungnya saling terkait.

- Advertisement -

Ayam, selain sebagai hewan kurban untuk upacara adat, ukiran ini juga bermakna sebagai pengingat waktu.

Upacara Sa,o

Ka Sa’o adalah syukuran yang diberikan kepada rumah yang telah mencapai level kesempurnaan. Upacara Ka Sa’o merupakan serangkaian ritual yang akan berlangsung selama tiga hari.

Upacara Ka Sa'o
Fase hidup Rumah Sa’o. IMG: UI

Untuk menggelar upacara Ka Sa’o, Pemilik rumah dan keluarga, selaku tuan rumah, telah mempersiapkan kebutuhan upacara sejak 2 tahun yang lalu.

- Advertisement -

Pada malam sebelum upacara dimulai, Keluarga pemilik rumah akan berkumpul di Sa’o Pu’u dari klan mereka. Pihak keluarga akan melakukan ritual untuk menunjuk orang-orang yang bertugas pada upacara Ka Sa’o. Serta meminjam pusaka keluarga yang disimpan di dalam Sa’o Pu’u.

Ritual ini dilakukan dengan menuangkan moke atau arak, ke dalam wadah dari batok kelapa yang berisikan potongan daun lontar. Pemilik rumah akan menyebutkan nama, yang ditunjuk sebagai petugas upacara.

Apabila leluhur setuju dengan nama yang disebut, daun lontar akan berputar ke kiri. Ritual ini berakhir ketika semua petugas telah terpilih, dan mendapat restu dari leluhur.

- Advertisement -
Baca Juga :  Daftar 38 Rumah Adat di Indonesia, Gambar dan Penjelasannya

Pada hari pertama, pemilik rumah akan membuka upacara, dengan teriakan lantang di depan rumah. Ritual ini disebut Sa Ngaza. “ooo kawu kawe, kawu kawe” Kami putra Siga, kami putra Siga Dala. Kami akan melaksanakan upacara Ka Sa’o Ngaza, yang telah direstui leluhur.

Setelah itu, Pemilik rumah dan keluarga akan membentuk barisan menyambut tamu. Bagi tamu, Sa Ngaza merupakan sebuah pernyataan dari klan dan seluruh anggota yang hadir untuk menyatakan maksud kehadiran mereka.

Tamu yang hadir, turut menyumbang hewan yang akan dikorbankan dalam upacara Ka Sa’o. Sementara, bagi tuan rumah, Sa Ngaza adalah pernyataan eksistensi dan identitas klan dan Sa’o.

Kemudian, kedua rombongan akan bersama-sama menari mengelilingi kampung. Pada malam hari, pihak keluarga akan mengadakan ritual di dalam Sa’o One Rufinus. Dalam ritual ini, semua struktur pembentuk rumah, dari fondasi hingga atap, akan dirapal bersamaan dalam sajak-sajak adat.

Proses perapalan sajak ini, adalah tradisi lisan yang mengikat masyarakat, sebagai generasi baru, dengan leluhurnya. Sehingga, masyarakat akan terus mengingat asal-usul mereka.

Hari kedua perayaan Ka Sa’o dimulai dengan persembahan anak ayam yang bagian hidungnya dimasukan potongan lidi. Mereka percaya anak ayam ini akan terlihat seperti kerbau bagi para leluhur.

- Advertisement -