Di tengah denyut metropolitan Jakarta yang menjadi rumah bagi lebih dari 10 juta jiwa, ada harmoni yang tak kasatmata namun terasa begitu kuat: harmoni keberagaman dalam beragama. Di ibu kota negara ini, perbedaan bukanlah jarak, melainkan jembatan.
Sebuah simbol yang nyata dapat disaksikan di kawasan pusat pemerintahan: Lapangan Merdeka dan Istana Merdeka. Di sana, dua bangunan ibadah berdiri berdampingan—masing-masing mewakili agama besar dunia, namun bersisian dalam kedamaian.
Langkah kaki akan membawa mau menyusuri Jalan Taman Wijaya Kusuma, tempat Masjid Istiqlal berdiri megah. Sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, Istiqlal bukan hanya bangunan fisik, tapi pernyataan simbolis tentang jati diri Indonesia: bangsa merdeka dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Tak sampai lima menit berjalan kaki, di Jalan Katedral, tegak pula sebuah gereja antik berusia lebih dari satu abad—Gereja Katedral Jakarta, yang menjadi pusat kegiatan umat Katolik di Indonesia.
Masjid Istiqlal: Monumen Keagamaan dan Kemerdekaan
Sejak masa kerajaan Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah memiliki tradisi membangun tempat ibadah monumental sebagai simbol kejayaan, seperti terlihat dari kemegahan Candi Borobudur dan Prambanan. Maka ketika Indonesia merdeka dari penjajahan, semangat serupa pun kembali menyala.
Gagasan pendirian masjid negara mulai didiskusikan pada 1950. Menteri Agama saat itu, K.H. Abdul Wahid Hasyim, bersama tokoh Partai Syarikat Islam, H. Anwar Tjokroaminoto, menginisiasi pertemuan di Deca Park—sebuah gedung pertemuan tak jauh dari Istana Merdeka. Dari sinilah lahir Yayasan Masjid Istiqlal dan panitia pembangunan dengan H. Anwar sebagai ketua. Rencana tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Soekarno.
Lihat postingan ini di Instagram
Sayembara arsitek pun digelar, dan hasilnya mencengangkan: pemenangnya adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan kelahiran Sumatera Utara. Dalam penunjukan ini, semangat toleransi sudah terasa sejak awal.
Peletakan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah proses panjang, masjid resmi dibuka untuk umum pada 22 Februari 1978.
Arsitektur Istiqlal penuh simbolisme. Tujuh gerbangnya dinamai sesuai Asmaul Husna, mencerminkan tujuh lapis langit menurut ajaran Islam. Kubah utama memiliki bentang 45 meter, melambangkan tahun kemerdekaan. Satu-satunya menara masjid setinggi 66,66 meter melambangkan jumlah ayat dalam Al-Qur’an—berbeda dengan masjid di Timur Tengah yang lazim memiliki banyak menara.