Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur memiliki beragam tarian khas daerah. Tarian-tarian khas daerah itu selalu mengangkat tema persaudaraan, persatuan, kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang sangat mendalam. Ada sembilan kabupaten di Flores yang memiliki keunikan dan kekhasan daerah masing-masing salah satunya tarian Gawi.
Pada masyarakat etnis Lio di Kabupaten Ende terdapat banyak tarian yang digunakan untuk mengungkapkan syukur mereka kepada Du’a Lulu Wula, Ngga’e Wena Tana atau Ndu’a Ngga’e, yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Salah satunya melalui Gawi.
Menurut arti etimologisnya Gawi berasal dari dua kata, yaitu ‘ga’ dan ‘wi’. ‘Ga’ artinya renggang dan ‘wi’ artinya menarik. Menurut asal kata tersebut, maka Gawi mempunyai arti ‘menarik yang renggang’.
Kata ‘ga’ jika didahului kata ‘ata’ menjadi ‘ata ga,’ yang dapat berarti “orang di sini”. Ungkapan “orang di sini secara lebih khusus dikenakan bagi mereka yang disegani.
Dalam arti lain, kata ‘ga’ apabila ditambah huruf ‘h’ ditengahnya menjadi ‘gha’ yang artinya ‘sini.’ untuk menggabungkan kata ‘gha’ ini dengan ‘wi’ yang artinya ‘menarik’, maka mesti ditambahkan kata ‘da’ ditengah menjadi ‘wi da gha’ yang artinya ‘tarik ke sini’.
Berdasarkan etimologisnya maka Gawi bermakna, pertama, menarik, memanggil kembali orang-orang yang telah pergi untuk kembali ke persekutuan atau ke dalam. Kedua, menarik orang untuk bersama-sama dalam persatuan mendekati orang yang berwibawa dan berkuasa. Ketiga, menarik orang-orang yang belum sama sekali bergabung dalam persekutuan.
Hampir kebanyakan masyarakat Ende-Lio yang hidup di zaman ini tidak mengetahui secara pasti tentang sejarah tarian Gawi. Ada sumber yang mengatakan bahwa pada zaman dahulu, Aegomo (salah satu kampung di Roga, Kecamatan Ndona Timur) menjadi tempat orang banyak ‘todo pare’ (merontokan padi dengan kaki).