Filosofi Rumah Ulu
Layaknya budaya tradisional Indonesia lainnya, Rumah Ulu sarat dengan makna filosofis. Berikut beberapa di antaranya, yang disadur dari tulisan berjudul Rumah Ulu Komering di Academia:
Atap Rumah Ulu
Pada bagian atap, lisplang dibuat saling menyilang yang melambangkan tanduk kerbau. Ini merepresentasikan dunia atas dan menunjukkan bahwa masyarakat Komering memiliki sifat religius.
Ambin, haluan, kakudan, garang, dan pawon
Bagian-bagian ini melambangkan dunia tengah, yang menekankan pentingnya hubungan kekeluargaan dalam masyarakat Komering. Haluan bukan pusat rumah, melainkan perantara antara garang dengan pawon, serta antara ambin dengan kakudan.
Haluan dilambangkan dengan balai pari atau lumbung, sementara kakudan dilambangkan dengan kandang ternak. Karena laki-laki dan perempuan dianggap satu kesatuan, maka antara haluan dan kakudan dihubungkan.
Sangai atau tiang yang tegak melambangkan laki-laki, sedangkan saisai atau dinding, rawang atau pintu, dan jandila atau jendela yang sederhana mencerminkan perempuan Komering yang jujur, terbuka, dan setia.
Balai pari dan kandang
Melambangkan dunia bawah, bagian ini merepresentasikan masyarakat Komering sebagai kelompok yang produktif dan bekerja keras.
Perbedaan Golongan Penghuni Rumah Ulu
Perbedaan status sosial penghuni Rumah Ulu dapat dilihat dari struktur bangunannya. Rumah milik bangsawan memiliki bentuk dan susunan lantai yang berbeda dibandingkan dengan rumah milik masyarakat umum. Rumah Ulu untuk masyarakat biasa umumnya hanya memiliki satu level lantai.
Sebaliknya, Rumah Ulu milik kalangan bangsawan memiliki tiga tingkat lantai. Tingkat pertama, yang berada di paling atas, digunakan oleh keluarga bangsawan dalam acara-acara khusus seperti pernikahan. Tingkat kedua diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki marga, sedangkan tingkat ketiga ditempati oleh masyarakat umum.
Meskipun tidak banyak, Rumah Ulu biasanya dihiasi ornamen dan ukiran pada bagian tiang, balok, pintu, dan lisplang. Ragam hias non-geometris dengan motif tumbuhan dan bunga menyiratkan berbagai makna. Sebagian besar ukiran ini menggambarkan kesinambungan kehidupan manusia.
Seiring berjalannya waktu, Rumah Ulu semakin jarang ditemukan. Namun, salah satu bentuk rumah tradisional ini masih dapat dilihat di halaman belakang Museum Balaputera Dewa dan merupakan salah satu koleksi terbesar di sana.
Berdasarkan catatan museum, Rumah Ulu ini berusia 200 tahun dan berasal dari Desa Asam Kelat, Kecamatan Pengandonan, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Rumah ini dulu digunakan sebagai tempat tinggal dan tumpangan bagi kusir pedati, dan setelah dihuni oleh tiga generasi, rumah tersebut dihibahkan ke museum pada tahun 1992.
Melestarikan Rumah Ulu bukan berarti setiap orang harus membangun rumah tersebut sebagai tempat tinggal. Lebih dari itu, pelestarian yang sebenarnya adalah menjaga nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam rumah tradisional ini, seperti menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, serta menjaga keharmonisan keluarga.