Filosofi Rumah Adat Tongkonan

Rumah Tongkonan selalu dibangun menghadap ke utara karena penduduk setempat meyakini Puang Matua atau Yang Mahakuasa berada di bagian utara dunia sehingga rumah yang menghadap Puang Matua dianggap menghormati dan akan selalu mendapat berkah.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Filosofi Rumah Tongkonan. Tongkonan, sebagai ciri khas Sulawesi Selatan yang sangat berharga, khususnya bagi Suku Toraja, adalah sebuah contoh jelas dari warisan budaya yang kaya. Lebih dari sekadar sebuah bangunan, Tongkonan adalah pusaka bersejarah yang memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Bangunan ini menggabungkan fungsi rumah tinggal, simbolisme agama, dan pusat kehidupan sosial dan budaya.

Asal-usul kata “Tongkonan” sendiri mengungkapkan esensi dari rumah adat ini. Istilah “Tongkonan” berasal dari kata “tongkon,” yang berarti ‘duduk,’ dan akhiran “-an” yang dapat diartikan sebagai ‘tempat.’ Dengan demikian, istilah ini merujuk pada tempat di mana masyarakat desa berkumpul dan bermusyawarah.

Tongkonan, dalam budaya Toraja, tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Lebih dari itu, ia memiliki makna filosofis yang dalam yang menyatu dengan keyakinan agama leluhur mereka yang dikenal sebagai Aluk Todolo. Struktur Tongkonan terdiri dari tiga bagian utama, masing-masing memiliki peran dan simbolisme yang unik.

- Advertisement -

Bagian pertama adalah “sulluk banua,” yang merupakan bagian bawah atau kolong rumah. Ini dikelilingi oleh tiang-tiang yang menjulang tinggi dan berfungsi sebagai kandang kerbau. Bagian ini memiliki konotasi sosial yang dalam, menunjukkan status tinggi dalam masyarakat Toraja. Dalam pandangan mereka, kepemilikan kandang kerbau seperti ini adalah lambang prestise dan derajat sosial yang tinggi.

Kemudian, ada “kale banua,” yang merupakan badan utama rumah dan ditempati oleh tiang-tiang yang mendukungnya. Kale banua adalah pusat aktivitas sehari-hari dan mata pencaharian keluarga.

Ini terdiri dari “tangdo‘,” yang digunakan sebagai ruang depan dan dulunya berfungsi sebagai tempat istirahat dan tempat untuk menyajikan kurban kepada leluhur. Selanjutnya, ada bagian yang lebih rendah dari tangdo’ yang disebut “sali,” yang digunakan sebagai tempat tidur keluarga dan dapur.

- Advertisement -
Baca Juga :  Kasada, Upacara Penyucian Alam Suku Tengger

Bagian puncak rumah, “rattiang banua,” adalah atap yang melingkupi seluruh struktur. Pada masa lalu, atap ini terbuat dari bambu dan memiliki bentuk khas yang menyerupai perahu memanjang, dengan kedua ujungnya membentuk lengkungan yang mengingatkan pada lunas perahu. Rattiang banua berfungsi sebagai tempat penyimpanan kain dan juga sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka berharga, seperti pedang, keris, tombak, dan lainnya.

Jenis Rumah Tongkonan
Rumah Tongkonan

Di bagian depan rumah, seringkali ditemukan tanduk-tanduk kerbau yang dijejerkan di tiang utama yang disebut “tulak somba.” Tanduk-tanduk kerbau ini memiliki asal-usul dari upacara kematian anggota keluarga dan memiliki makna simbolis sebagai pengorbanan dalam budaya Toraja.

Tongkonan sering kali terdiri dari dua bangunan utama: bangunan utama yang diukir disebut “banua sura‘,” dan bangunan “alang sura‘” yang berfungsi sebagai lumbung padi. Setiap Tongkonan adalah pusaka yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan mencerminkan nilai-nilai budaya, tradisi, dan identitas masyarakat Toraja.

- Advertisement -

Selain itu, ukiran yang menghiasi Tongkonan juga mencerminkan status sosial pemiliknya dan dapat digunakan untuk mengenali latar belakang serta nama marga seseorang dengan menanyakan asal-usul Tongkonan mereka.

Sebagai warisan budaya yang sangat berharga, Tongkonan adalah salah satu aspek penting dalam pemahaman tentang budaya dan tradisi masyarakat Toraja, serta merupakan salah satu pusaka bersejarah yang harus dilestarikan dan dihormati oleh generasi-generasi yang akan datang. Demikianlah Filosofi Rumah Tongkonan.

- Advertisement -