Filosofi Tari Pallake, Kesenian Atraksi Perang Suku Mandar

Konon Tari Pallake muncul akibat adanya peristiwa magis yang dialami salah seorang sesepuh adat di wilayah Pappuangan Padang yang bernama “Punggawa”.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Tari Pallake (tari perang) muncul di tanah Mandar Sulawesi Barat khususnya di wilayah otonom di kerajaan Balanipa dan memiliki hak ulayat dan kewenangan dalam mengatur sistem dan struktur pemerintahannya.

Konon munculnya Tari Pallake akibat adanya peristiwa ajaib yang dialami salah satu sesepuh adat di wilayah Pappuangan Padang yang bernama “Punggawa” . Tari Pallake muncul dengan perpaduan cipta, rasa, & karsa melalui pengalaman dan perjalanan spiritualnya lewat mati suri ( lannya ) selama tujuh hari tujuh malam.

Selama itu dirinya mengalami dan melihat banyaknya permainan yang ditampilkan di hadapannya seperti pencak silat dan permainan lainnya termasuk lake, namun yang paling menarik perhatiannya adalah permainan lake yang menggunakan beberapa macam alat atau senjata dan dimainkan dalam bentuk tiga babakan.

- Advertisement -

Tari Pallake Saat Ini

Tarian Pallake biasanya akan dupentaskan saat upacara ritual dan sebagai seni pertunjukan. Tarian ini juga biasanya ditarikan saat diadakan khitanan atau pun perkawinan masyarakat adat di Pappuangan Padang . Pada masa kerajaan zaman dahulu, tarian ini dipentaskan saat upacara pelantikan Raja atau upacara penjemputan panglima baru pulang dari medan perang.

Eksistensi atau keberadaan Tari Pallake di wilayah Adat Pappuangan Padang Desa Ongko menjadi sebuah kebanggaan dan kekayaan yang tidak ternilai harganya, terlebih lagi keberadaannya menjadi sebuah wadah perekat dan pemersatu dikalangan keturunan masyarakat Pappuangan Padang .

Dalam membina tatanan kehidupan bermasyarakat yang berbudaya, wajib hukumnya bagi keturunan Pappuangan Padang menampilkan tari Pallake pada setiap acara hajatan pernikahan, aqiqah dan sunatan yang diselenggarakan.

- Advertisement -

Tari Pallake ditarikan oleh tiga orang penari yang mempunyai garis keturunan adat Pappuangan Padang yang telah berusia diatas 17 tahun, karena pada usia itu telah dianggap dewasa, bisa membedakan benar dan salah, menjaga diri sendiri dan mempertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukan selain itu, ini berdasarkan syarat yang telah disepakati komunitas adat Pappuangan Padang .

Baca Juga :  Kampung Adat Nunungongo, Pesona Wisata Tersembunyi di Rendu

Satu penari perempuan yang disebut pa’embur , dan dua penari laki-laki disebut pa’jinnang . Pa’embur (penabur beras) pada Tari Pallake berfungsi sebagai pemberi semangat dan berkat kepada pa’jinnangan .

Pementasan tarian Pallake dilakukan oleh dua orang pria yang umumnya dilakukan 3 tahap. Pada tahap pertama, dua penari akan saling mengelilingi sembari memainkan lonceng ditangan yang telah dikenal dengan nama giring-giring.

- Advertisement -

Pada tahap kedua, penari akan menari layaknya sedang bertarung menggunakan parang atau pedang yang oleh masyarakat sana dikenal dengan nama Kondobulo . Sementara pada tahap ketika, kedua penari akan menari menggunakan tombak yang dikenal dengan nama doe atau peratu. Pada tahap pertama dan ketiga, setiap penari akan dibekali dengan perisai yang disebut Utte.

Saat pertunjukan berlangsung, kedua penari akan menggunakan pakaian khusus yang dilengkapi hiasan di kepala berbentuk tanduk kerbau. Tarian ini juga diiringi iringan musik gembang yang dimainkan oleh dua pria.

- Advertisement -