Asal Usul Nasi Tiwul. Selain nasi, masyarakat Indonesia juga memiliki makanan pokok lain seperti sagu, jagung, atau singkong. Di Jawa, khususnya dalam budaya Jawa, terdapat makanan pokok pengganti nasi yang terbuat dari olahan singkong, yaitu nasi tiwul. Biasanya, nasi tiwul disajikan ketika persediaan beras tidak mencukupi atau sedang habis.
Proses pembuatan nasi tiwul memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan beras. Pertama, singkong yang sudah dipanen dikupas dan dibersihkan, lalu dijemur hingga kering menjadi gaplek. Pengeringan ini memakan waktu beberapa hari, tergantung kondisi cuaca.
Setelah singkong menjadi gaplek, tahap berikutnya adalah penumbukan untuk mengubah gaplek menjadi tepung. Dalam proses ini, biasanya ditambahkan sedikit air untuk membantu penumbukan. Setelah menjadi tepung, gaplek siap dimasak menjadi nasi tiwul.
Proses memasak nasi tiwul dilakukan dengan menggunakan dandang atau kukusan. Sebelum tepung gaplek dikukus, daun pisang diletakkan sebagai alas. Pengukusan biasanya memakan waktu sekitar satu jam. Meskipun merupakan makanan pengganti nasi, nasi tiwul memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan nasi.
Nasi tiwul mulai populer sebagai makanan pokok pengganti nasi pada masa penjajahan Jepang, ketika beras sulit didapatkan. Masyarakat kemudian mencari alternatif lain, dan singkong yang mudah ditanam dan dipanen menjadi pilihan utama.
Dengan kandungan karbohidrat yang lebih rendah, tiwul juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Menurut Fadly Rahman, sejarawan dari Universitas Padjadjaran, tiwul telah ada di Indonesia sejak tahun 1930-an, sementara singkong diperkenalkan lebih awal oleh penjelajah Spanyol dan Portugis.
Sebagai salah satu hasil olahan singkong, nasi tiwul yang terbuat dari gaplek mudah ditanam, mengenyangkan, dan tahan lama. Hingga kini, nasi tiwul tetap menjadi alternatif pengganti nasi, baik karena ketersediaan beras yang terbatas maupun alasan kesehatan.
Asal Usul Nasi Tiwul
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Gunungkidul, Chairul Agus Mantara, mengungkapkan bahwa tiwul memiliki sejarah panjang sebelum nasi menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Menurutnya, tiwul menjadi saksi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Jepang.
Tiwul tercipta karena kondisi mendesak pada masa itu, dengan singkong sebagai bahan utama yang mudah ditemukan dan berkarbohidrat tinggi. Singkong dapat ditanam dan dipanen dengan mudah, kemudian dikupas, dibersihkan, dan dijemur selama beberapa hari. Singkong yang telah dijemur, disebut gaplek, kemudian ditumbuk dan dikukus.
“Nanti dikasih air dan dikukus, sudah jadi. Tiwul jadi makanan serat tinggi dengan kadar gula rendah,” kata Agus di Taman Teknologi Pertanian (TPP), Nglanggeran, Gunungkidul, Kamis (15/2/2024), dikutip dari Harian Jogja.
Tiwul telah menjadi makanan alternatif masyarakat Jawa sejak lama dan dapat ditemukan di kawasan selatan Jawa, terutama di Wonogiri, Pacitan, Gunungkidul, dan sekitarnya.