Ampa Fare, Tradisi Panen Padi dan Hemat ala Suku Bima

Kearifan lokal masyarakat Bima diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, mencakup tradisi Ampa Fare yang dijalankan sebagai ungkapan syukur atas panen padi dan pelajaran hidup hemat.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Leluhur masyarakat Bima telah mewariskan nilai-nilai dan kearifan lokal kepada generasi penerus mereka. Kearifan ini tidak tertulis dalam buku sejarah, melainkan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bima selama berabad-abad.

Kearifan lokal merupakan warisan dari masa lalu yang tidak hanya ditemukan dalam karya sastra tradisional, baik lisan maupun tertulis. Kearifan lokal ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan nilai, norma, dan aturan yang menjadi pedoman dalam bertindak. Pelestarian kearifan lokal sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara masyarakat dan lingkungannya, termasuk di bidang pertanian.

- Advertisement -

Masyarakat Suku Mbojo di Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima telah lama menjalankan tradisi panen yang disebut Ampa Fare atau “menyimpan padi di lumbung,” yang terkait dengan rumah adat Uma Lengge. Tradisi ini merupakan upacara yang dilakukan saat musim panen tiba, di mana padi diangkut dan disimpan di Uma Lengge sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas keberhasilan panen.

Kata Ampa Fare berasal dari kata Ampa, yang berarti mengangkat, dan Fare, yang berarti padi. Tradisi ini melibatkan penyimpanan hasil panen padi di lumbung atau Uma Lengge sebagai cadangan pangan. Tradisi yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8 ini mengandung makna doa dan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah, sekaligus mengajarkan masyarakat untuk hidup hemat.

Ampa Fare
Ampa Fare

Dalam salah satu cerita turun-temurun, ada seorang petani yang mendengar suara tangisan di atas Lengge, dan ternyata yang menangis adalah butiran padi. Dikisahkan bahwa padi tersebut menangis karena tidak diperlakukan dengan baik oleh pemiliknya. Setelah menyadari hal ini, petani tersebut mengumpulkan padi yang berserakan dan menyimpannya dengan baik, sehingga tangisan tersebut berhenti.

- Advertisement -
Baca Juga :  Sayyang Pattudu, Tradisi Kuda Menari dari Tanah Mandar 

Kisah ini mengajarkan masyarakat Wawo untuk tidak membuang atau menelantarkan hasil panen, bahkan hanya sebutir padi sekalipun. Sejak saat itu, masyarakat setempat menjalankan tradisi Ampa Fare setiap kali musim panen tiba, sebagai wujud rasa syukur dan pengingat akan pentingnya menjaga kelestarian budaya serta memastikan cadangan pangan untuk masa depan.

Prosesi Upacara Tradisi ”Ampa Fare” 

Ampa Fare
Ampa Fare

Sebelum tradisi Ampa Fare dilaksanakan, masyarakat di Desa Maria, Kecamatan Wawo, terlebih dahulu melakukan Mbolo Rasa, yang berarti berkumpul atau bermusyawarah untuk mencapai mufakat bersama masyarakat setempat. Dalam musyawarah ini, mereka menentukan waktu yang tepat dan dianggap baik untuk melaksanakan upacara adat tersebut.

Upacara adat ini bertujuan mempererat tali silaturahmi di antara warga dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen yang melimpah. Selain itu, tradisi ini juga memberikan pelajaran penting tentang hidup hemat dan kemampuan mengelola persediaan bahan pokok sesuai kebutuhan.

- Advertisement -

Pelaksanaan tradisi ini berlangsung sesuai dengan aturan adat-istiadat yang diwariskan secara turun-temurun, terutama di kalangan masyarakat yang berprofesi sebagai petani.

- Advertisement -