Hingga kini, Rumah Sakit Stella Maris masih aktif beroperasi dan melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Berlokasi di Jalan Somba OPU No.273, Maloku, Kecamatan Ujung Pandang, rumah sakit ini tetap menjadi bagian integral dari sejarah dan pelayanan kesehatan di Kota Makassar.
Lokasi |
Jalan Somba OPU No.273, Maloku, Kecamatan Ujung Pandang |
Maps |
6. Gereja Protestan Immanuel (1908)
Gereja Protestan Immanuel, didirikan pada tahun 1908, adalah salah satu bangunan tua dan bersejarah di Makassar. Bangunan ini awalnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan beribadah orang-orang asing yang beragama Protestan di Kota Makassar pada masa itu.
Gaya arsitektur gereja ini menunjukkan ciri khas bangunan kolonial dengan bentuk simetris. Pintu masuk utamanya menampilkan menara lonceng tinggi yang meruncing, mencerminkan gaya klasik gotik pada gereja-gereja sejenis.
Arsitektur yang sederhana terlihat dari dinding bangunan yang bidang datar, dengan bagian atasnya meruncing mengikuti kemiringan atap pelana yang memiliki dua sisi miring. Pintu masuk utama berada di tengah, sesuai dengan pola simetris umum pada bangunan kolonial.
Lokasi |
Jalan Balaikota No.1. |
Maps |
7. Masjid Arab Assaid (1907)
Masjid Assaid, dibangun pada tahun 1907, merupakan tempat ibadah umat Islam yang berfungsi tidak hanya sebagai tempat beribadah, tetapi juga sebagai tempat pertemuan bagi warga keturunan Arab di Makassar. Masjid ini menjadi simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Arab di Sulawesi Selatan.
Dengan denah dasar berbentuk segi empat dan berlantai dua, bangunan utama masjid dikelilingi oleh serambi di sisi kiri, kanan, dan depan. Atapnya terdiri dari tiga bagian, yang ditopang oleh empat soko guru. Di bagian depan, terdapat mihrab yang berdampingan dengan mimbar, sementara di bagian barat daya terdapat menara untuk azan.
Masjid Assaid, menghadirkan keindahan arsitektur dan menjadi warisan bersejarah, mencerminkan makna penting bagi komunitas Arab dalam mempertahankan identitas dan persatuan mereka.
Lokasi |
Jalan Lombok, Ende, Kecamatan Wajo, Kota Makassar. |
Maps |
8. Rumah Jabatan Walikota Makassar (1950)
Bangunan tua dan bersejarah ini, didirikan oleh kolonial Belanda pada tahun 1950-an, telah menjadi Rumah Jabatan Wali Kota sejak awal berdirinya hingga saat ini. Rumah ini mencerminkan sejarah dan warisan arsitektur kolonial di Kota Makassar.
Bangunan utama, yang terdiri dari dua lantai, mencakup ruang tamu, ruang tidur, ruang keluarga, dan ruang makan. Selain itu, terdapat bangunan pendukung seperti kamar tidur pembantu, dapur, kamar mandi, pos jaga, garasi, dan baruga (aula). Pada tahun 1997, Rumah Jabatan Walikota Makassar mengalami proses pemugaran untuk mempertahankan keasliannya.
Rumah ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu, menggambarkan kejayaan dan transformasi Kota Makassar. Sebagai bagian dari warisan kota, Rumah Jabatan Wali Kota tetap memancarkan keelokan dan keberlanjutan sejarah di tengah modernitas yang terus berkembang.
Lokasi |
Jalan Somba Opu No. 283, Kelurahan Losari, Kecamatan Ujung Pandang |
Maps |
9. Klenteng Xian Ma (1860)
Klenteng Xian Ma, yang juga dikenal sebagai Vihara Istana Naga Sakti, awalnya terbuat dari kayu dan bambu dengan atap daun nipah. Pada tahun 1860, klenteng ini mengalami renovasi dan diubah menjadi bangunan permanen menggunakan batu bata.
Bangunan tua ini memiliki struktur yang terdiri dari gapura, unit sentral, serta ruang sembahyang di sayap kiri dan kanan. Klenteng Xian Ma menampilkan arsitektur bergaya Cina yang khas, dengan hiasan molding dan patung-patung naga yang memperindahnya.
Hingga kini klenteng ini masih beroperasi hingga saat ini dan dikelola oleh Yayasan Vihara Naga Sakti. Keberadaan klenteng ini bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai bagian penting dari warisan sejarah dan kebudayaan di Kota Makassar.
Lokasi |
Jalan Sulawesi, Wajo, Pattunuang, Kecamatan Makassar |
Maps |
10. Benteng Rotterdam (1545)
Benteng Rotterdam, yang didirikan pada tahun 1545 pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-IX Karaeng Tumapa’ risi Kallonna, adalah salah satu simbol bersejarah di Makassar yang tak terlewatkan.
Awalnya dibangun oleh pemerintahan Gowa dengan bahan dasar bata, benteng ini mengalami perubahan signifikan setelah perjanjian Bongaya pada tahun 1667, ketika pemerintahan kolonial Belanda menggantikan bahan dasarnya menjadi batu padas.
Pada tahun 1976, Benteng Rotterdam menjalani pemugaran besar-besaran, mengembalikan keagungan bangunan kompleks ini. Dengan luas area sekitar 21.253 m2, termasuk 12.999,57 m2 di luar dinding benteng, kompleks ini mencakup 16 bangunan berturut-turut, termasuk satu bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan Jepang. Terdapat juga 5 bastion, yaitu Bastion Bone, Bastion Bacan, Bastion Amboina, Bastion Mandarsyah, dan Bastion Buton.