Di Desa Bilalang Baru, Bolaang Mongondow, terdapat sebuah upacara bernama Motayog yang penuh daya tarik dan sarat misteri. Lebih dari sekadar tradisi, Motayog merupakan perpaduan unik antara spiritualitas dan budaya yang telah diwariskan selama berabad-abad. Penduduk desa meyakini bahwa ritual ini dapat memanggil roh leluhur untuk menyembuhkan penyakit.
Upacara ini adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyatukan seni, musik, dan kepercayaan turun-temurun. Selama dua hari pelaksanaannya, tokoh adat mempersiapkan sesajen menggunakan bahan dan alat tradisional. Dengan simbolisme yang kuat, proses penyembuhan dipusatkan pada peran penting doduataan.
Sejarah dan Kepercayaan
Motayog telah dikenal sejak masa pemerintahan Punu’ Tadohe’/Sadohe’ pada abad ke-17. Ritual ini berakar pada keyakinan bahwa roh leluhur terus melindungi keturunan mereka. Melalui upacara ini, masyarakat berharap mendapatkan bantuan leluhur dalam menghadapi berbagai masalah, terutama yang berkaitan dengan kesehatan.
Bagi masyarakat Bolaang Mongondow, roh leluhur adalah pelindung setia. Melalui ritual Motayog, mereka percaya dapat menjalin komunikasi yang mempererat hubungan spiritual serta mendapatkan petunjuk dan pertolongan dalam penyembuhan.
Persiapan Motayog melibatkan pengumpulan bahan tradisional seperti ayam, beras, telur, dan bumbu untuk sesajen. Bahan-bahan ini diolah menjadi hidangan yang nantinya disajikan dalam ritual.
Musik tradisional, termasuk gong dan gimbal, menciptakan suasana sakral yang mendukung komunikasi dengan roh. Kehadiran musik ini menjadi elemen esensial dalam pelaksanaan ritual.
Doduataan memegang peran utama dalam Motayog sebagai perantara dengan roh leluhur. Mereka menjalankan tugas menari dan menyanyi, yang merupakan inti dari ritual. Saat kerasukan, doduataan menyampaikan syair yang memandu proses pengobatan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, doduataan mengenakan kebaya khusus sesuai kehendak roh yang merasukinya. Aksi dramatis yang mereka lakukan menjadi simbol pengabdian dan kepercayaan kepada leluhur.
Hari Pertama
Ritual dimulai pada malam hari dengan alunan musik tradisional sebagai tanda permohonan izin kepada roh. Setelah itu, doduataan yang telah bersiap mulai menari dan melantunkan syair hingga dini hari.
Pada sesi ini, roh memberikan diagnosa penyakit sekaligus cara penyembuhannya. Ritual hari pertama berakhir saat roh meninggalkan tubuh doduataan, yang menandakan solusi awal telah ditemukan.
Hari Kedua
Hari kedua berfokus pada penyajian sesajen, termasuk nasi dan sagu yang dimasak dalam bambu. Aktivitas ini melambangkan semakin eratnya hubungan spiritual dengan leluhur.
Doduataan kembali menari dan menyanyi, kali ini dengan mantra penyembuhan. Prosesnya melibatkan pembasuhan pasien menggunakan air kelapa dan pengasapan kemenyan. Sebagai tanda pemulihan, pasien diberi buah cengkih.
Motayog tidak hanya membawa penyembuhan fisik, tetapi juga menyatukan masyarakat secara spiritual dengan leluhur mereka. Setiap elemen dalam ritual, seperti ayam dan bambu, melambangkan kehidupan abadi. Keyakinan ini memberikan rasa aman kepada penduduk desa, memperkuat kepercayaan bahwa leluhur selalu hadir dalam kehidupan mereka.