Tato Mentawai. Suku Mentawai adalah suku di Indonesia yang menempati Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. Seperti suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat.
Suku ini juga dikenal sebagai suku tertua yang ada di Indonesia, diketahui para nenek moyang orang Mentawai adat diyakini telah bermigrasi pertama ke wilayah tersebut di suatu tempat antara 2000–500 SM (Reeves, 2000). Salah satu keunikan suku ini adalah seni rajah, seni tato.
Seni rajah yang mereka pakai sama sekali jauh dari kata modern. Tinta yang dipakai berasal dari arang kayu atau bekas pembakaran yang dihaluskan, lalu dicampur dengan perasan tebu.
Proses selanjutnya, duri atau jarum yang telah dicelupkan pada tinta tadi ditusukkan pada lapisan kulit, membentuk rupa-rupa motif.
Inilah tato asal Mentawai. Mereka merajah tubuhnya mulai dari mata kaki, jari, dada rusuk, leher, hingga pipi.
Menurut catatan peneliti, tato Mentawai adalah identitas yang membedakan antara klan satu dengan lainnya. Orang-orang Mentawai juga percaya, tato merupakan pancaran roh dari kehidupan mereka.
Tentu, ragam motif yang dilukis pada tubuh tak sembarang. Tato di Mentawai disebut sebagai titi atau tiktik, yakni identitas. Nah, selayaknya identitas, pada tato yang tertera tergambar mulai dari tanah asal, status sosial, hingga seberapa hebat seorang pemburu.
Sejak 3.000 SM
Meskipun tato sudah menjadi identitas, orang-orang Mentawai yang masih memakai tato pada sekujur tubuhnya sudah jarang ditemui.
Kalaupun ada, kebanyakan masyarakat yang berasal dari wilayah dimana orang-orangnya masih berpegang teguh pada adat istiadat.
Seperti masyarakat yang tinggal di pedalaman Siberut. Di sana, masyarakat masih memegang ajaran yang disebut Arat Sabulungan. Mereka mengimani bahwa tato tak boleh lepas dari kehidupan orang mentawai.
Sikerei adalah sebutan untuk dukun, penjinak bisa, pimpinan uma,  atau rumah adat di Pedalaman Siberut yang bersifat komunal dan besar.