Dalam hal ini, dari semua ritual kebudayaan di masyarakat Adat Mbaydhawe adalah cerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun sejak sebelum manusia lahir sampai meninggal dunia.
Ritual mempunyai banyak unsur, yaitu: berkorban, berdoa, menikmati makanan bersama yang telah disucikan dengan doa, menari tandak bersama keluarga, melantunkan syair suci, memainkan alat musik, bersemedi dan lain sebagainya. Kebudayaan diwariskan secara turun-tenurun, dari satu generasi ke generasi lainnya. Proses pewarisan kebudayaan disebut juga sebagai proses inkulturasi.
Ritual Sorok Ngi’is
Adat Potong Gigi atau Sorok Ngi’is merupakan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Adat Mbaydhawe yang masih berkembang saat ini dan menjadi tradisi tahunan sebagai wujud ciri khas budaya lokal pada masyrakat Adat Mbaydhawe di Kabupaten Nagekeo.
Dalam pelaksanaan upacara adat Sorok Ngi’is akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat dan kemampuan masyarakat Adat. Di samping tata upacaranya, terselip pendidikan budi pekerti beserta aturan-aturannya sebagai pengokoh norma-norma atau nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat.
Sorok dalam bahasa Mbaydhawe berarti Menggosok, membersihkan, meratakan. Ngi’is berarti Gigi. Pada wilayah suku ini yang masih berkaitan dengan pendewasaan seorang perempuan adalah melalui ritual Sorok Ngi’is. Ritual ini akan dilakukan khususnya pada anak perempuan di usia Remaja.
Ritual Sorok Ngi’is bermakna bahwa anak tersebut telah dewasa berdasarkan hukum adat, juga sebagai salah satu pelengkap dalam proses menuju masa pernikahan.
Proses Menuju Sorok Ngi’is
Tentu dalam proses ini sedikit memakan waktu, sebelum itu adalah Tandak Wa’i Sakutu di malam hari yaitu tarian mengelilingi api unggun hingga pagi sebagai bentuk rasa syukur, suka cita dan iikuti oleh anak tersebut, dengan mengenakan pakaian adat dan selempang menutupi sebagian wajahnya.
Selama malam tandak itu anak tersebut juga diikutsertakan, namun dibatasi waktu sebanyak lima kali mengelilingi api unggun, Setelah itu harus diistirahatkan untuk memulai hari esok.
Dipagi hari adalah waktu Podho Nawung yaitu mengantar sesajian kepada leluhur yang berisi nasi, daging, sirih pinang dan moke. Hal ini merupakan syarat sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada leluhur, untuk memohon berkat. Kemudian dilanjutkan dengan Resa Kuras yaitu dengan memercikan beras sebanyak lima kali ke arah anak tersebut sebagai doa pemberkatan yang wajib dilakukan.
Tidak sampai disitu, tahapan akhir adalah melewati seekor babi. Ayah dari anak tersebut akan mengayun diatas seekor babi yang sudah diletakan di depan pintu atau halaman rumah. Pada hitungan ke lima anak tersebut harus berhasil melewatinya.
Rangkain berikutnya adalah anak perempuan akan dibawah menuju rumah tetangga yang masih memiliki hubungan keluarga sebagai tempat ritual potong gigi. Selanjutnya proses Sorok Ngi’is baru dapat dimulai.
Sebagai petugas musti berasal dari anggota keluarga yang sudah mahir. Batu asah telah disiapkan, anak perempuan baring tetap dijaga nenek atau sang ibu. Menutup mata rasa was-was sebentar lagi dirinya akan menderita ngilu luar biasa. Namun petugas itu tak ada rasa takut sedikitpun. Batu asah menempel digigi, digosok berulang kali sampai benar-rata. Raut wajah sang anak berubah cepat. Menahan ngilu, sakit dan penderitaan lainya.
Setelah melewati banyak penderitaan, anak tersebut diserahkan ke petugas perempuan untuk mengobatinya. Biasanya media yang digunakan untuk meredahkan rasa ngilu adalah dengan mengunyah buah pinang. Jika merasa mulai berkurang, anak tersebut diberi waktu untuk istirahat.