Sarung Tenun Tembe Nggoli, Simbol Identitas Budaya Mbojo

Sarung tenun, sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, tidak hanya berfungsi sebagai pakaian sehari-hari tetapi juga memiliki makna mendalam dalam berbagai upacara adat. Tembe Nggoli, kain tenun khas Bima, mencerminkan identitas budaya masyarakat Mbojo dengan corak dan warna yang beragam.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Sarung tenun merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang kaya akan nilai estetika, simbolisme, dan kearifan lokal. Selain berfungsi sebagai pakaian sehari-hari, sarung tenun memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat dan tradisi di Nusantara.

Setiap daerah di Indonesia memiliki corak dan motif tenun yang berbeda-beda, yang mencerminkan identitas budaya serta nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat setempat.

Sejarah Tembe Nggoli

Sarung Tenun Tembe Nggoli
Proses penenunan sarung

Bima, sebuah kota kecil di bagian timur Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bima di sebelah utara, timur, dan selatan, serta Teluk Bima di sebelah barat.

- Advertisement -

Kota ini termasuk dalam wilayah budaya Mbojo atau Dompu-Bima, yang terkenal dengan kerajinan tenun Tembe Nggoli. Kerajinan tenun telah dilakukan sejak zaman dulu di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat, karena tidak hanya memenuhi kebutuhan material tetapi juga spiritual.

Pengaruh Islam

Menurut pengurus Majelis Adat Dana Mbojo, tembe secara tradisional digunakan sebagai pakaian sehari-hari oleh masyarakat Bima sejak Kerajaan Bima mengadopsi Islam pada tahun 1640, dan berubah menjadi kesultanan. Namun, budaya tenun telah dikenal oleh masyarakat Bima jauh sebelum periode tersebut.

Sarung Tenun Tembe Nggoli
Para gadis di Bima menggunakan kain khas dengan aturan Rimpu.

Tembe Nggoli adalah pengembangan dari Tembe Kafa Na’e, yang secara bertahap mulai ditinggalkan pada sekitar tahun 1965 karena dianggap tidak praktis. Meskipun demikian, alat dan teknik menenun Tembe Nggoli masih sama dengan Tembe Kafa Na’e hingga sekarang.

- Advertisement -

Jenis Tembe Nggoli

Tembe Nggoli adalah kain tenun sarung khas Bima, terbuat dari benang kapas atau katun, dengan warna-warna cerah dan motif khas tenun tangan. Kain ini terkenal karena kehalusannya, daya tahan terhadap sobekan, serta kemampuannya memberikan kehangatan.

Uniknya, Tembe Nggoli terasa hangat saat dipakai di cuaca dingin, namun sejuk saat digunakan di cuaca panas.

Baca Juga :  Tradisi Pernikahan Adat Mbojo: Ritual dan Makna dalam Budaya Bima

Motif dan Makna

Berdasarkan penelitian, motif Tembe Nggoli terdiri dari geometris, flora, dan fauna. Motif-motif ini termasuk Tembe Nggoli Gari, Tembe Nggoli Renda, Tembe Nggoli Isi Mangge, dan Tembe Nggoli Kakando.

- Advertisement -

Setiap motif mencerminkan nilai estetika, budaya kosmologis, serta makna simbolik yang melambangkan karakter masyarakat Mbojo, seperti religiusitas, keteguhan, kerukunan, dan kejujuran.

Warna-warna yang digunakan dalam tenun ini memiliki arti tertentu: merah melambangkan keberanian, putih untuk keikhlasan, hijau mewakili kesejahteraan Kesultanan Bima, biru untuk kedamaian, kuning melambangkan kejayaan, ungu melambangkan kesabaran, dan hitam sebagai simbol penghormatan kepada bumi sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan.

Fungsi

Tenun Tembe Nggoli memiliki berbagai fungsi dan jenis yang berbeda. Di antaranya adalah Tembe Songke, yang merupakan sarung tenun unggulan, Sambolo (destar) yang digunakan sebagai ikat kepala bagi laki-laki yang memasuki usia remaja, serta Weri, yang merupakan ikat pinggang yang terbuat dari Malanta Solo.

Sarung Tenun Tembe Nggoli
Proses pemintalan benang

Selain itu, terdapat juga Baju Mbojo dan Syal atau selendang, yang biasa dikenakan oleh pria Bima sebagai hiasan saat menghadiri pesta, serta digunakan sebagai selempang untuk para wanita.

Cara mengenakan sarung Nggoli berbeda antara laki-laki dan perempuan. Bagi laki-laki, sarung dipakai dengan digulung ketat di bagian perut atau pinggang, yang dalam bahasa Bima disebut “katente tembe.” Sementara itu, kaum perempuan mengenakan sarung sebagai bawahan dengan cara dilipat dan dijepit agar tidak terlepas, yang dikenal dengan istilah “sanggentu tembe.”

Upaya Pelestarian

Saat ini, Tembe Nggoli semakin langka karena jumlah penenun yang berkurang. Proses menenun yang rumit dan penggunaan alat tradisional membuat anak-anak zaman sekarang enggan untuk belajar menenun.

Untuk memajukan perekonomian masyarakat dan mengatasi kemiskinan di desa, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus terus beradaptasi dan bersaing. Upaya untuk mendorong masyarakat bergabung dalam UMKM perlu ditingkatkan, sehingga pemasaran produk tenunan khas daerah menjadi lebih mudah.

Baca Juga :  Rambu Tuka’, Upacara Adat Tana Toraja Bentuk Rasa Syukur

Pemerintah Provinsi NTB juga berperan aktif melalui program industrialisasi produk unggulan daerah, yang diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

- Advertisement -