Wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow yang berada di utara semenanjung Sulawesi memiliki kekayaan sejarah yang memikat. Bermula dari legenda dua pasangan suami istri, kisah ini terus berkembang hingga menjadi sebuah kerajaan yang dihormati. Dalam dunia penuh keajaiban, kita dikenalkan dengan tokoh Mokodoludut yang berperan penting dalam pembentukan sejarah daerah ini.
Sejarah kerajaan ini dimulai ketika para Bogani merintis berdirinya pemukiman baru yang dikenal sebagai Totabuan. Totabuan-totabuan tersebut menjadi cikal bakal perkembangan masyarakat Mongondow yang terus meluas hingga berdirinya Kerajaan Bolaang Mongondow. Dalam perjalanan sejarah yang panjang ini, Mokodoludut muncul sebagai figur utama dan menjadi raja pertama dalam tradisi penuh magis ini.
Asal Usul dan Pembentukan Totabuan
Daerah Bolaang Mongondow merupakan rumah bagi legenda yang menarik tentang asal usul masyarakatnya. Sebuah cerita kuno berbicara tentang pasangan mitos bernama Gumolangit dan Tendeduata serta Tumotoi Bakal dan Tumotoi Bakat. Kelompok-kelompok awal ini berperan penting dalam membentuk struktur sosial dan budaya yang melandasi wilayah tersebut.
Para pemimpin lokal yang dikenal sebagai ‘Bogani’ memimpin kelompok masyarakat dalam pencarian tempat tinggal baru yang disebut ‘Totabuan’. Ini menjadi fase permulaan dalam pembentukan masyarakat Mongondow yang kuat. Totabuan menjadi pondasi bagi perkembangan masyarakat dengan berbagai pemukiman yang tersebar di seluruh daerah.
Kehadiran Mokodoludut
Mokodoludut adalah tokoh ikonik dalam cerita rakyat Bolaang Mongondow. Keberadaannya diawali dengan sebuah kisah ajaib yang melibatkan penemuan telur besar oleh sepasang suami istri, Amalie dan Inalie. Dalam telur tersebut, lahirlah seorang bayi yang kelak dinamai Mokodoludut.
Setelah kelahirannya yang luar biasa, para Bogani sepakat mengangkat Mokodoludut sebagai pemimpin. Mereka mengakui Mokodoludut sebagai ‘Punu’, yaitu raja pertama, dan membangun istananya di Molantud. Dari sinilah dimulainya dinasti kekuasaan yang diwarisi turun-temurun.
Pemerintahan Mokodoludut dan Warisannya
Pemerintahan Raja Mokodoludut dimulai sekitar tahun 1400 M dan berlangsung dengan semangat pembaharuan dalam struktur sosial dan politik masyarakat Mongondow. Upacara penobatannya di Bulud in Mokotangon menandai awal era kepemimpinan dengan berbagai kesenian tradisional.
Mokodoludut dikenal sebagai sosok yang berwibawa dan dihormati. Selama masa pemerintahannya, ia berhasil membangun kebudayaan dan memperkuat ikatan masyarakat di daerah itu.
Selain menjabat sebagai raja, keturunan Mokodoludut memiliki hak waris menjadi pemimpin berikutnya, sebuah sistem yang diwariskan secara turun-temurun, menciptakan dinasti yang panjang dalam tradisi Mongondow.
Perpindahan Pemerintahan ke Yayubangkai
Setelah Mokodoludut, kepemimpinan diteruskan oleh putranya, Yayubangkai. Yayubangkai dipilih berdasarkan kesepakatan para Bogani dan memerintah dari tahun 1460 hingga 1480.
Yayubangkai kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Gunung Babo dan menikahi Silagondo dari Butanlo, mengokohkan aliansi dengan wilayah lain dan memperluas pengaruhnya.
Eksplorasi oleh Damopolii
Keturunan dari Yayubangkai, Damopolii, dikenal karena kegemarannya dalam berkelana. Kepemimpinannya dimulai tahun 1480 dan selama masa pemerintahannya, ia memperluas hubungan dengan Minahasa melalui pernikahan, memperkuat jalinan kekeluargaan antar wilayah.
Damopolii menikahi Tetion dan Wulan Uwe Randen, yang semakin menguatkan hubungan antara Bolaang Mongondow dan Minahasa.
Era Busisi dan Makalalo
Putra Damopolii, Busisi, melanjutkan kepemimpinan dan menikahi Limatondo dari Minahasa. Masa pemerintahannya berfokus pada pembangunan hubungan yang harmonis di antara masyarakat berbagai daerah.
Busisi digantikan oleh putranya, Makalalo, yang terus menjaga warisan kepemimpinan ayahnya. Pihak kerajaan tetap berfokus pada memperkuat persebaran dan pengaruh budaya Mongondow.
Dalam perjalanannya, Kerajaan Bolaang Mongondow tetap berhasil mempertahankan stabilitas dan pengaruh di seluruh wilayah. Hal ini berkat visi strategis para pemimpin yang memahami pentingnya hubungan diplomatik dan sosial.
Mokodompit dan Penetapan Tradisi
Mokodompit mewarisi kepemimpinan dengan tantangan menyatukan masyarakat beragam suku. Ia dikenal memiliki istri dari kalangan berbeda, yang menjadi simbol integrasi sosial.
Melalui pemerintahan yang berhati-hati dan bijaksana, Mokodompit mampu membangun dasar tradisi dan aturan adat yang kuat. Berbagai kebijakan dan peraturan yang diterapkan pada masa kepemimpinannya menjadi landasan penting untuk generasi berikutnya.
Kepemimpinan Mokoagow
Mokoagow dikenal karena keberaniannya dalam memperluas kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Bolaang Mongondow. Sayangnya, catatan sejarah mengenai putra dan putrinya tidak diketahui secara jelas.
Dalam pengembaraannya, Mokoagow meninggalkan jejak di Minahasa melalui perkawinannya, di mana hingga kini banyak penduduk bermarga Mokoagow.
Tadohe dan Kebangkitan Kerajaan
Tadohe kembali ke Bolaang Mongondow membawa visi baru bagi kerajaan. Ia membentuk desa-desa dengan struktur pemerintahan lokal dan memperkenalkan sistem sosial yang teratur.
Setiap desa memiliki ‘sigi-sigi’, tempat penyembahan dan penghapusan dosa, melambangkan persatuan komunitas. Kebijakan ini memperkuat identitas budaya dan sosial masyarakat Mongondow.