Di tanah kering berbukit Sumba, di mana ladang jagung meluas sejauh mata memandang, ada satu sajian sederhana yang sejak lama menjadi kekuatan bagi warganya: Nga’a Watary Patau Kabbe.
Di balik namanya yang berirama, Nga’a Watary membawa kisah tentang kebijaksanaan orang Sumba dalam memanfaatkan alam sekitarnya. Ini bukan sekadar nasi jagung biasa. Di dalam setiap butirannya, tersembunyi campuran kacang-kacangan seperti kacang merah dan beberapa jenis kacang lokal lain, berpadu dengan nasi putih yang dimasak bersama. Hasilnya adalah sajian hangat berwarna keemasan, kaya rasa dan gizi.
Bagi masyarakat Sumba — dan juga di banyak wilayah lain di Nusa Tenggara Timur — nasi jagung seperti ini adalah makanan pokok yang menemani hari-hari panjang di ladang atau perjalanan jauh melintasi perbukitan. Kandungan karbohidrat dari jagung berpadu sempurna dengan protein dari kacang, menghadirkan sumber energi yang tahan lama.
Di meja-meja makan tradisional, Nga’a Watary Patau Kabbe biasanya disajikan bersama aneka lauk pauk sederhana: sayur berkuah bening, ayam kampung yang digoreng atau dibakar, dan sambal khas yang menggugah selera.
Menikmati Nga’a Watary Patau Kabbee bukan hanya soal mengisi perut, tetapi juga mencicipi sedikit jejak budaya — tentang bagaimana masyarakat Sumba bertahan dan bersyukur dalam kondisi alam yang kadang keras, dengan menciptakan hidangan yang bergizi, sederhana, dan sarat makna.
Bagi Anda yang tengah berkelana ke tanah Sumba, sepiring Nga’a Watary Patau Kabbe bisa menjadi teman perjalanan yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menghubungkan Anda lebih dalam dengan jiwa pulau ini.