Mesundeng adalah sebuah ritus tradisional yang berasal dari Sulawesi Utara, yang dikenal juga dengan nama Sundeng banua. Ritus ini bertujuan untuk mengobati wilayah dari bencana dan penyakit dengan cara pemujaan.
Upacara Mesundeng melibatkan beberapa tokoh penting, yaitu Ampuang, Baliang, Suruang, dan Pento. Ampuang, dua orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, berperan sebagai pemimpin upacara dengan meditasi dan pembacaan mantra. Baliang dan Suruang bertugas menari, sementara Pento membantu pelaksanaan upacara dan menjalani pelatihan.
Persiapan upacara melibatkan pembangunan sebuah rumah besar tanpa dinding untuk Ampuang, menggunakan kayu dimbalo yang terkenal mudah bertunas. Di sekitar rumah utama, dibangun daseng, tempat berlindung peserta selama upacara berlangsung.
Upacara ini dilakukan selama 5, 7, atau 9 malam berturut-turut, dimulai pukul 19.30 hingga 23.00. Di malam-malam ini, Ampuang duduk bersila dikelilingi Baliang dan Suruang, dengan berbagai sesaji di depannya seperti nasi kuning dengan telur, abu dapur, bara untuk membakar kemenyan, dan air untuk mencuci muka.
Pada malam kelima, acara puncak disebut mesalai atau menggoghahe peli, di mana seluruh peserta menarikan tari gunde secara meriah. Larangan membuat keributan selama upacara sebelumnya dihapus, menandai akhir dari ritus.
Setelah mesalai, diadakan penutupan dengan upacara menondong lapasi, yang berarti menurunkan perahu bala. Sebuah miniatur perahu berisi patung manusia diarak ke laut, dipercaya membawa pergi bala dan penyakit. Ritus ini adalah bentuk pujaan kepada Tuhan yang memberi kekuatan pada leluhur mereka.