Mengenal Tradisi Ngayang di Sumbawa, Cara Berburu Ramah Lingkungan

Tradisi Ngayang di Sumbawa merupakan warisan berburu kuno yang masih lestari hingga kini. Meskipun dianggap kolot dan tergeser oleh teknologi modern, tradisi ini tetap dipertahankan oleh masyarakat. Berburu secara berkelompok menggunakan anjing terlatih dan alat tradisional, Ngayang tidak hanya sekadar berburu, tetapi juga simbol kebersamaan dan spiritualitas.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Masyarakat Indonesia senantiasa menjaga tradisi, adat istiadat, atau sesuatu yang telah diwariskan sebagai bentuk bertahan hidup. Setiap suku di negara ini memiliki keunikan tradisinya masing-masing. Kegiatan berburu sudah ada sejak manusia pertama kali muncul di bumi.

Sebagai contoh, ada tradisi masyarakat Sumbawa yang dikenal sebagai Samawa. Mereka menjalankan tradisi berburu tradisional yang biasa disebut Ngayang di kalangan masyarakat Sumbawa. Tradisi ini sering dianggap kuno, kolot, atau bahkan dianggap punah karena alat-alat berburu modern telah menggantikannya.

Tradisi ngayang yang berlangsung di Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat masih dapat ditemukan di berbagai desa atau di kampung-kampung terpencil. Saat musim berburu tiba, seluruh lapisan masyarakat, baik tua maupun muda, antusias melakoni tradisi ini.

- Advertisement -

Biasanya, masyarakat Sumbawa melakukan Ngayang setelah masa panen sebagai cara mengisi waktu luang atau untuk mempersiapkan acara syukuran. Hasil buruan mereka sering dihidangkan dalam acara syukuran, seperti pernikahan, sunatan, dan sebagainya.

Ngayang adalah cara berburu tradisional yang tidak merusak alam. Masyarakat Sumbawa masih menggunakan alat-alat berburu tradisional. Umumnya, mereka menggunakan anjing yang telah dijinakkan dan terlatih untuk membantu berburu. Selain anjing, mereka juga menggunakan tombak dan jerat atau yang dalam bahasa lokal disebut lonong.

Tradisi Ngayang
Tradisi Ngayang. Img: Antara

Tradisi ngayang ini tidak bisa dilakukan secara individual, melainkan harus dilakukan secara berkelompok dan melibatkan banyak orang. Biasanya, lima orang atau lebih akan ikut serta, masing-masing membawa anjing dan tombak yang sudah diasah tajam.

- Advertisement -

Tradisi ini juga mengharuskan para pemburu menginap di hutan, meski ada yang berburu dari pagi hingga sore hari. Metode berburu yang digunakan sangat cermat dan merupakan pengetahuan yang diwariskan dari orang tua mereka.

Pertama, sebelum memulai ngayang, para pemburu harus terlebih dahulu memandikan anjing mereka, dengan tujuan agar anjing tersebut lebih kuat dalam mengejar rusa. Mereka juga berdoa saat memandikan anjing agar terhindar dari bahaya dan berhasil dalam perburuan.

Baca Juga :  Filosofi Baju Pokko, Pakian Adat Toraja yang Kayak Akan Simbol dan Makna

Kedua, setelah anjing selesai dimandikan, mereka akan berkumpul dan bermusyawarah untuk menyusun strategi berburu dan membagi tugas setiap orang. Tugas tersebut dibagi menjadi tiga bagian: basaturinnampar, dan memasang lonong.

- Advertisement -

Ketiga, tradisi ngayang memiliki nilai spiritual yang tinggi, sehingga sebelum memasuki hutan, para pemburu berdoa terlebih dahulu. Menurut kepercayaan masyarakat Sumbawa, hutan adalah tempat tinggal makhluk halus seperti baki (setan berwajah manusia), yang sering mengganggu dan menyesatkan para pemburu. Doa ini dilakukan secara individual, bukan dipimpin oleh ketua kelompok, dan merupakan warisan dari leluhur mereka.

Keempat, setelah pembagian tugas selesai, mereka segera menuju lokasi yang telah ditentukan berdasarkan tugas masing-masing. Setiap orang harus menjalankan tugasnya, karena jika tidak, hal itu dipercaya akan mempersulit perburuan.

Kelima, satu hingga dua orang bertugas memasang jerat atau lonong di jalur yang biasa dilalui rusa saat dikejar oleh anjing.

Keenam, beberapa anggota kelompok bertugas menggiring rusa, atau dalam istilah Sumbawa disebut basaturen. Orang-orang ini sangat penting dalam perburuan karena mereka mengetahui tempat persembunyian rusa dan akan menggiringnya keluar sambil berteriak sebagai kode bahwa rusa sedang dikejar oleh anjing.

Ketujuh, orang yang bertugas sebagai nampar akan menunggu rusa yang telah digiring dari gunung untuk ditangkap oleh anjing atau ditombak. Meski tidak selalu berhasil, metode ini sering kali membawa hasil.

Kedelapan, setelah rusa berhasil ditangkap, ketua kelompok yang biasanya lebih tua dan memiliki pengetahuan tentang penyembelihan, akan menyembelih rusa tersebut. Pengetahuan ini diwariskan dari guru atau orang tua mereka.

Setelah hasil buruan dibawa pulang, daging rusa menjadi incaran masyarakat setempat. Bagi warga Desa Pemasar, daging rusa memiliki cita rasa yang lezat, terutama jika dimasak dengan bumbu tradisional Samawa. Daging ini kemudian dibagikan kepada tetangga sebagai bentuk kepedulian dan kebersamaan.

Baca Juga :  Kisah Ta Ina Luhu dari Raja di Negeri Luhu

Inilah nilai sosial yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Sumbawa dalam kehidupan sehari-hari, dan mereka memegang prinsip yang disebut “parenti kalanis telas tau Samawa.”

- Advertisement -