Pemerintah setempat mulai membenahi tatanan pola kehidupan mereka dengan membangun sarana perumahan, kesehatan, dan pendidikan di sekitar pesisir pantai. Hal ini secara khusus diberikan secara gratis dan berbagai program-program pemberdayaan masyarakat pulau dan pesisir, yang khusus ditujukan untuk Orang Laut.
Bertahun-tahun Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan upaya sosialisasi kepada Orang Laut dan membujuk mereka untuk tinggal di darat. Pada awalnya Orang Laut menuruti apa yang diinginkan oleh pemerintah.
Namun hal ini tidak berlangsung lama, banyak dari mereka yang meninggalkan rumah-rumah yang telah disediakan. Kemudian kembali lagi hidup di laut karena mereka menganggap rumah di darat hanya sebagai persinggahan sementara saja.
Walau begitu, lambat laun suku laut sangat sulit ditemui. Keberadaannya pelan-pelan mulai terlupakan. Kalaupun ada, mereka jarang bisa dikenali. Banyak yang menduga, suku laut kini telah menetap di darat. Mereka menetap di Pulau Ngenang, salah satu pulau kecil di Batam.
Masalah kesehatan, pendidikan, dan masa depan generasi kaum gipsi laut itulah yang mendorong sebagian mereka disebut berubah pikiran. Kini, mereka lebih memilih memiliki tempat tinggal tetap di pulau.
“Sejak 1973 kami tidak lagi menetap di laut, dan 10 tahun terakhir sebagian besar kami tidak lagi melaut atau mencari ikan,” kata Batman (70), pawang atau tokoh adat Suku Sekak, salah satu kelompok suku laut yang berdiam di Desa Baskara Bakti, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah, seperti dikutip dari Mongabay Indonesia.
Mereka sebenarnya bisa saja kembali melaut, tapi pendapatan dari melaut dibandingkan pengeluaran untuk bahan bakar tidak seimbang. Apalagi menurut orang suku laut, jumlah ikan sekarang sudah menipis dan sulit didapatkan.
Padahal banyak yang berharap suku asli penghuni Batam dan Provinsi Kepri tetap terlestarikan. Pasalnya, apa yang diajarkan para leluhur suku laut merupakan aset kekayaan budaya Nusantara.
Apalagi bila pemerintah mampu mewujudkan solusi yang lebih baik kepada orang suku laut. Maka dengan demikian kita sebagai orang Indonesia yang sering menyanyikan lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” tidak melupakan identitas bangsanya sendiri sebagai masyarakat bahari.