Masyarakat Sangihe memiliki tradisi unik dalam menyambut kelahiran seorang anak melalui sebuah ruangan khusus yang disebut “rompon“. Ruang ini menjadi saksi bisu perhatian dan kasih sayang mendalam dari keluarga kepada ibu dan bayi yang baru dilahirkan, memastikan keduanya mendapatkan perawatan terbaik di awal kehidupan sang bayi.
Tak banyak yang tahu tentang sejarah dari rompon atau ruang khusus untuk ibu yang baru melahirkan dan masa pemulihan ini karena belum tertulis dalam catatan sejarah. Namun, melalui wawancara dengan para tetua Sangihe, diketahui bahwa tradisi ini sudah ada sejak nenek moyang mereka, memberikan gambaran betapa pentingnya perawatan pasca persalinan.
Rompon berukuran sekitar 4 x 4 meter persegi ini dipersiapkan oleh sang suami sebelum hari persalinan tiba. Di dalamnya terdapat berbagai perlengkapan seperti dodika untuk memanasi ibu dan bayi, serta potongan kayu “hunaeng” atau “lahune” yang dijemur hingga kering agar tidak mengeluarkan asap saat dibakar. Ini penting untuk menjaga pernapasan ibu dan bayi tetap bersih dari polusi.
Satu hal yang unik adalah penggunaan sembilu atau bambu yang telah diasapkan sebagai alat potong pusar bayi, menghindari risiko tetanus. Perawatan tidak berhenti sampai di situ; ada juga daun turi yang diminum ibu untuk mempercepat proses pemulihan.
Selama 40 hari, bayi dan ibu berada dalam pengawasan biang kampung yang bertugas mengurus segala kebutuhan, mulai dari memandikan bayi dua kali sehari hingga memasak ramuan tradisional untuk ibu. Praktik ini tidak hanya bertujuan menjaga kesehatan fisik tetapi juga memiliki nilai sosial dan budaya, memastikan anak tumbuh dengan baik secara moral dan sosial.
Ungkapan dalam masyarakat menyebutkan bahwa “anak yang nyanda ta raho bae-bae“—anak yang tidak mendapatkan perawatan dari rompon yang baik—bisa tumbuh menjadi sulit diatur. Tentu saja, hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran rompon dalam pembentukan karakter dan kesehatan generasi mendatang.
Rompon bukan sekadar ruangan; ia adalah cerminan dari kebijaksanaan lokal dan ikatan keluarga yang kuat dalam masyarakat Sangihe. Dengan menjaga tradisi ini tetap hidup, kita tidak hanya melestarikan kebudayaan, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai kuno yang berharga ini terus memberi manfaat bagi generasi yang akan datang.