Di Sulawesi Selatan, masyarakat Bugis memiliki sebuah tradisi unik yang diwariskan turun-temurun bernama Marakka Bola. Jika pindah rumah umumnya berarti memindahkan barang-barang ke tempat baru, dalam tradisi ini, rumah panggung khas Bugis diangkat dan dipindahkan secara utuh ke lokasi lain. Tradisi ini tidak hanya mencerminkan keunikan arsitektur rumah Bugis, tetapi juga menjadi simbol kuatnya nilai gotong royong dalam kehidupan sosial mereka.
Marakka Bola berasal dari kata marakka yang berarti mengangkat dan bola yang berarti rumah. Tradisi ini memungkinkan pemilik rumah memindahkan rumah mereka tanpa harus membongkar dan merakit ulang bangunan.
Biasanya Marakka Bola dilakukan jika pemilik rumah ingin memindahkannya ke tanah baru yang dibeli, menjual rumah tanpa tanahnya, atau ingin pindah ke lokasi yang lebih ramai penduduk. Dalam kepercayaan masyarakat Bugis, rumah merupakan simbol Ibu Pertiwi dan warisan leluhur yang harus dijaga, sehingga pemindahan dilakukan secara utuh sebagai bentuk penghormatan.
Tradisi ini memiliki akar dari desain rumah panggung Bugis yang terbuat dari kayu dan dibangun tinggi untuk menghindari banjir atau hewan liar. Dengan konstruksi tersebut, rumah Bugis mudah dipindahkan. Marakka Bola diyakini telah ada sejak zaman nenek moyang, sejalan dengan pola hidup masyarakat agraris Bugis yang selalu berpindah menyesuaikan kondisi lahan.
Proses Pelaksanaan dan Nilai-Nilai dalam Tradisi Marakka Bola
Sebelum pelaksanaan, pemilik rumah bermusyawarah dengan keluarga dan pemerintah desa untuk menentukan hari baik dan persiapan teknis. Peralatan seperti bambu, kayu, tali, parang, gergaji, dan palu disiapkan.
Barang pecah belah dan barang ringan dikeluarkan dari rumah, sedangkan barang berat seperti lemari diikat erat ke tiang rumah agar tidak bergeser saat diangkat. Batang-batang bambu dipasang melintang di bawah rumah untuk menopang beban dan menjadi pegangan warga saat mengangkat.
Saat hari pemindahan tiba, prosesi dimulai dengan doa yang dipimpin imam kampung agar acara berjalan lancar. Ratusan laki-laki kampung berkumpul di bawah rumah, bersiap mengangkat rumah dengan aba-aba dari tokoh masyarakat.
Dengan sorakan semangat dan koordinasi ketat, rumah diangkat sedikit demi sedikit dan dipindahkan menuju lokasi baru. Proses ini hanya dapat dilakukan jika jaraknya tidak terlalu dekat maupun terlalu jauh, serta terdapat jalur pemindahan yang memadai tanpa mengganggu rumah tetangga.
Sementara para pria mengangkat rumah, para perempuan menyiapkan makanan ringan seperti bella lawo atau kolak sebagai wujud syukur dan terima kasih kepada para penolong. Makanan biasanya disajikan setelah rumah berhasil dipindahkan, dan bagian bawah rumah pun kerap dijadikan dapur darurat saat proses berlangsung.
Tradisi ini sarat akan nilai budaya dan sosial. Nilai gotong royong tercermin dari kerjasama warga yang mengangkat rumah bersama-sama. Kegigihan dan kesabaran terpancar dari usaha keras mereka memindahkan rumah secara hati-hati hingga selamat sampai tujuan. Selain itu, kerendahan hati juga menjadi bagian penting karena semua warga membantu tanpa memandang status sosial, menciptakan suasana harmonis dan kekeluargaan.
Hingga kini, Marakka Bola masih dilestarikan dan pada 2021 diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Sulawesi Selatan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Tidak ada waktu khusus untuk melaksanakannya, namun tradisi ini umumnya dilakukan pada hari Jumat. Selain dianggap hari baik, warga juga berkumpul di masjid untuk salat Jumat, sehingga lebih mudah mengundang mereka bergotong royong.