Kebudayaan di Sumatera Utara memiliki keragaman yang sangat kaya. Terdapat berbagai tradisi dan adat istiadat yang hidup berdampingan dengan kebiasaan masyarakat setempat, termasuk suku asli Sumatera Utara, yaitu Batak Toba.
Suku Batak merupakan salah satu dari banyak suku yang berkembang di negara kepulauan ini. Seperti suku-suku lainnya, Batak memiliki tradisi unik yang masih dilestarikan hingga kini sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Selain untuk menghormati leluhur, tradisi ini juga dijalankan dengan tujuan menjaga kelestarian budaya. Setiap tradisi dalam suatu kebudayaan memiliki makna yang mendalam, seperti upacara mangokal holi.
Upacara adat ini telah diwariskan dari generasi ke generasi sejak zaman dahulu. Mengetahui dan memahami tradisi adat asli masyarakat Sumatera Utara ini dapat meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya bangsa.
Tentang Tradisi Mangokal Holi
Tradisi Mangokal Holi berakar dari budaya Batak pra-Kristen, di mana tindakan ini dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur dengan cara meninggikan tulang-belulang mereka di atas tanah, terutama di bukit-bukit tinggi dengan batu keras. Upacara ini, yang secara harfiah berarti “menggali kubur,” dianggap sakral oleh masyarakat Batak Toba.
Proses Mangokal Holi berlangsung cukup lama, dimulai dari penggalian hingga acara pesta yang bisa memakan waktu berhari-hari. Selama rentang waktu ini, sistem kekerabatan dari generasi tertua hingga termuda dipererat kembali.
Upacara ini bertujuan untuk memperoleh hagabean (panjang umur), hasangapan (kehormatan), dan hamoraon (kekayaan). Meskipun zaman telah berubah, tradisi ini tetap dilestarikan hingga kini.
Proses Pelaksanaan Mangokal HoliÂ
Dalam upacara Mangokal Holi, biasanya semua tetua kampung, marga yang menjalankan adat, teman sekampung, serta pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan acara adat akan berkumpul. Keluarga yang menyelenggarakan upacara adat juga akan dibantu oleh berbagai pihak dalam pelaksanaannya.
Di antaranya adalah keluarga dari marga istri, baik yang memiliki hubungan darah langsung maupun hanya terkait lewat marga, serta kelompok marga dari istri leluhur yang digali, yang mencakup tiga generasi di atas pihak penyelenggara, sering disebut sebagai paman dari nenek yang menjalankan acara.
Selain itu, keluarga kandung atau yang bermarga sama dari pihak istri yang digali juga turut hadir, begitu pula paman dari anak atau cucu yang akan melaksanakan upacara.
Tujuan pemanggilan ketiga pihak ini adalah untuk memberi tahu, meminta restu, serta mengundang mereka agar hadir dan berpartisipasi dalam upacara tersebut.
Proses Penggalian MakamÂ
Dalam upacara Mangokal Holi, acara dimulai dengan pemuka agama yang membuka prosesi di pemakaman. Pemuka agama ini memanjatkan doa dan menjadi orang pertama yang memulai penggalian makam.
Setelah itu, penggalian dilanjutkan oleh paman dari pihak mendiang, diikuti oleh paman lainnya, kemudian oleh pihak mertua, dan dilanjutkan oleh anak-anak kandung, termasuk anak bungsu atau anak yang paling disayangi. Penggalian ini juga diteruskan oleh keturunan perempuan atau suami dari keturunan perempuan hingga tulang-belulang ditemukan.
Di area makam, keturunan laki-laki sudah bersiap untuk menerima tulang-belulang. Proses pengangkatan tulang dilakukan oleh suami dari saudara perempuan mendiang, yang bertugas menjaga agar tulang tetap bersih dan terjaga dengan baik, biasanya menggunakan air yang dicampur karbol untuk membersihkannya.
Setelah proses pembersihan selesai, anak tertua dari keturunan yang tulang-belulangnya digali akan mengumumkan bahwa penggalian dan prosesi di makam telah selesai.