Walasuji adalah keranjang buah berbentuk segi empat yang terbuat dari bambu dan biasanya terdapat pada acara pernikahan adat bugis. Masyarakat juga biasa menyebutnya paca, balasuji atau lawasuji tergantung dari masyarakat asal daerah.
Keranjang ini merupakan salah satu perlengkapan adat pernikahan yang dibawah oleh pengantin pria saat menuju rumah pengantin wanita untuk melakukan akad nikah. Ketika calon pengantin pria serta keluarga tiba, walasuji biasanya diletakan di depan tenda acara pengantin.
Pihak keluarga perempuan akan melihat isi walasuji sebelum mempersilahkan mempelai pria masuk dalam rumah. Walasuji berisi buah-buahan seperti pinang, nanas, pisang, kelapa, tebu salak dan lain-lain. Semua buat itu mempunyai makna tertentu yang melambangkan pesan tertentu.
Arti dan Bentuk Walasuji
Secara harfia, walasuji berasal dari kata wala atau lawa berarti pagar atau penghalang. Sedangkan suji dapat diartikan sebagai putri atau perempuan. Jadi walasuji adalah penghalang yang membatasi perempuan agar terjaga dan terlindungi dari dunia luar.
Secara filosofis disimbolkan dalam bentuk bambu yang tersusun belah ketupat yang artinya, orang yang ada dalam walasuji memang terjaga dan tidak boleh memasuki kawasannya apabila terdapat walasuji.
Bentuk segi empat pada walasuji juga merupakan dasar pandangan kosmologis dalam memandang alam raya.
Makna walasuji yang semula berarti salah satunya menjadi keranjang buah yang ditemukan di acara pernikahan. Untuk mengetahui strata sosial calon pengantin pria, kita dapat melihat dari jumlah lapisan bambu yang berbentuk segi empat belah ketupat.
Jika lapisan bambu berjumlah 5 lapis, maka orang tersebut berasal dari kalangan bangsawan. Sedangkan bambu yang berjumlah 3 lapis, diperuntukan untuk orang dengan kelas menengah yang tidak memiliki darah bangsawan namun berkecukupan dalam segi materi. Adapun bambu berjumlah 1 atau 2 lapis diperuntukan bagi orang-orang merdeka yaitu orang biasa yang bukan budak.
Aturan penggunaan lapis bambu pada walasuji kini tidak lagi tertib seperti pada zaman kerajaan. Pada saat sekarang, jumlah lapisan bambu walasuji tergantung dari keinginan masyarakat yang membuatnya karena ketidaktahuan akan aturan ini.
Isi Walasuji
Walasuji berisi buah-buahan yang punya makna khusus. Orang terdahulu menggunakannya sebagai bahasa simbolis kepada keluarga mempelai perempuan. Ketika keluarga pengantin perempuan melihat isi Walasuji, mereka sudah mengetahui apa yang ingin disampaikan pengantin pria.
Maka pihak keluarga pengantin perempuan akan mempersilahkan calon pengantin laki-laki masuk kedalam rumah untuk melakukan ijab kabul.
1. Buah Pinang
Buah ini melambangkan sifat pohon pinang yang lurus dan tidak memiliki cabang. Buah ini melambangkan orang yang datang ke rumah calon pengantin perempuan (mempelai pria), memiliki niat yang lurus dan tulus.
2. Tebu
Rasa manis yang dimiliki tebu juga merupakan simbol dari diri pengantin pria yang bermakna dia datang ke rumah pengantin perempuan dengan membawa kebaikan.
3. Nangka
Dalam bahasa bugis, nangka disebut panasa. Kata ini mirip kata minasa yang berarti harapan. Ketika ada buah nangka di dalam walasuji, berarti pihak mempelai laki-laki memiliki harapan atas kebaikan mempelai perempuan agar mau mencegah, menutupi, atau memaafkan kesalahan yang dimilikinya.
4. Kelapa
Buah kelapa memiliki raja yang lezat. Kelezatan ini bermakna pihak pengantin pria mempunyai niat baik dan membawa kebaikan untuk mempersunting pengantin wanita.
5. Pisang
Pisang yang ada dalam walasuji adalah pisang tandan. Bentuk pisang bertandan ini mirip dengan tangan manusia yang berdoa dan punya keinginan besar. Keberadaan pisang dalam walasuji juga menunjukkan bahwa acara pernikahan tersebut terbuka untuk banyak orang.
Pada sisi luar terdapat sebuah kain putih yang mengelilingi walasuji. Orang bugis menyebutnya dengan istilah “tallettu”. Artinya orang yang memiliki jalan kehidupan yang lurus dan suci sebagaimana bersihnya tallettu.
Tallettu digunakan penguasa di masa lalu yang dulu menjunjung tinggi tugasnya sebagai pemimpin yang berjalan di jalan yang lurus dan bersih. Dahulu tidak sembarang orang boleh membentangkan tallettu di sisi luar walasuji. Terkadang masyarakat yang tidak mengetahui akan arti dan penggunaan dari tallettu, namun tetap dibenarkan melakukannya untuk formalitas saja.
Orang bugis terdahulu membuat pernyataan bahwa pamali apabila walasuji tidak ada dalam suatu pesta perkawinan.
Baca: Tahapan & Filosofi Mappacci, Budaya Pengantin Bugis-Makassar